PENDAHULUAN
Dalam menyongsong era
globalisasi ini, dibutuhkan suatu modal agar kita dapat sukses melalui era ini.
Modal yang terpenting adalah kualitas dari sumber daya manusianya sendiri, yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain tingkat pendidikannya.
Dibutuhkan bermacam faktor
penunjang agar dapat tercapai tingkat pendidikan optimal yang diharapkan.
Selain sarana dan prasarana seperti tempat pendidikan, kondisi sosial-ekonomi,
lingkungan masyarakat, dan keluarga yang menunjang tercapainya tingkat
pendidikan yang baik, ada satu faktor penting lain yang berasal dari dalam
sumber daya manusianya sendiri, yaitu faktor kecerdasan.
Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi perkembangan kecerdasan anak, yaitu faktor internal (dari dalam
diri anak itu sendiri) dan faktor eksternal (faktor luar). Faktor
internal tentunya sangat tergantung pada perkembangan fungsi otaknya, yang
terjadi sejak ia masih berada di dalam kandungan ibu, oleh karenanya faktor
gizi ibu dan anak sangatlah penting untuk diperhatikan. Selain hal tersebut di atas ada faktor lain pada diri anak itu sendiri yang
dapat mempengaruhi kecerdasannya, yaitu faktor emosi dan perilaku dari anak
tersebut. Dalam kondisi emosi dan perilaku yang terganggu tentunya anak tidak dapat
tumbuh kembang dengan optimal. Ia akan mengalami berbagai macam hambatan dalam
tumbuh kembangnya, seperti gangguan perkembangan fisik, gangguan dalam bidang
akademis, dalam interaksi sosial dengan lingkungannya dan sebagainya.
Selain hal itu faktor eksternal juga sangat penting
untuk diperhatikan, karena rnempunyai dampak yang cukup besar pada turnbuh
kembang anak bila faktor ini mengalami masalah. Kondisi-kondisi seperti ini
apabila tidak dideteksi sedini mungkin dan mendapatkan pertolongan secepatnya,
dapat mengakibatkan perkembangan anak terganggu, termasuk kecerdasannya. Diharapkan dengan intervensi dini anak akan tumbuh kembang dengan optimal
sesuai dengan kemampuannya.
Perkembangan Otak
Perkembangan otak manusia
terjadi sejak di dalam kandungan, masa pra-natal, masa pasca-natal, masa dewasa
dan usia lanjut. Pada rnasa awal periode perkembangan (pada usia 2-4 bulan,
saat bayi mulai menyadari akan lingkungan sekitamya dengan puncak pada usia 8
bulan) terjadi pertumbuhan sel-sel otak yang sangat cepat. Bahkan pada anak usia
2 tahun, jumlah jaringan saraf dan metabolisme di otak dua kali orang dewasa
dan hal ini menetap sampai usia 10- 11 tahun.
Karena itulah otak yang sedang
berkembang mempunyai kemampuan yang sangat besar untuk memperbaiki diri (plastisitas
otak) dan menemukan jalan untuk mengadakan kompensasi. Masa ini kita sering
sebut dengan istilah Golden age/usia emas.
Pada menjelang masa remaja
(sekitar 18 tahun) plastisitas otak makin berkurang, namun kekuatannya makin
meningkat, sehingga segala talenta yang telah ada sebelumnya kini siap dipraktekkan.
Faktor genetik (nature) dan
lingkungan (nurture) sering saling mempengaruhi. Potensi yang ada pada seorang
anak merupakan modal dasar, namun apakah hal ini kelak akan dipergunakan secara
positif atau negatif sangatlah tergantung dari stimulasi yang diperoleh atau
pengaruh lingkungannya.
Pada masa dewasa, meskipun
tidak dapat dibentuk sel-sel otak baru pada susunan sarafnya, namun setiap sel
saraf mampu untuk mengadakan cabang dan hubungan antar sel saraf yang baru guna
mengkompensasi sel-sel yang rusak.
Berbagai penyebab yang dapat
mempengaruhi perkembangan otak:
Pada masa prenatal:
o
Kelainan
kromosom dan genetic yang banyak dijumpai ialah sindroma down akibat trisomi
21. Infeksi intra-uterine: rubella, toxoplasmosis,
syphilis, herpes, cytomegalo virus, varicella, encefalitis virus dan lain-lain. Obat-obatan RTRD yang bersifat teratogenik yang
diminum ibu hamil, misal antibiotik (tetrasiklin), phenytoin,
progesteronestrogen, lithium.
o
Stres
maternal yaitu hormon yang berhubungan dengan stres, seperti kortikosteroid,
akan masuk ke dalam janin melalui plasenta ibu dan dapat mempengaruhi sistem
kardiavaskuler janin.
o
Pada
wanita dengan tingkat kecemasan yang tinggi sering mempunyai bayi yang
hiperaktif dan iritabel, mempunyai gangguan tidur dan berat badan lahir rendah
serta pola makan yang buruk.
o
Kondisi
ibu dengan diabetes, gangguan endokrin, kekurangan nutrisi, kelaparan,
ketergantungan zat dan obat. Pemakaian alkohol pada ibu hamil dapat terjadi
Sindroma fetal alkohol, terdapat hambatan pertumbuhan (berat badan,panjang
badan), pelbagai anornali (bola mata yang kecil, garis tangan yang pendek dan
sebagainya), mikrosefali, riwayat perkembangan yang terlambat, hiperaktif,
gangguan pemusatan perhatian, kesulitan
belajar, kejang, defisit intelektual.
o
Merokok
saat hamil dapat mempengaruhi berat badan lahir bayi Kondisi seperti di atas
dapat menimbulkan berbagai kelainan otak antara lain:
§ Anensefali (tulang kepala tidak terbentuk,
terjadi sebelum umur janin 24 hari)
§ Mikrosefali (keadaan dengan ukuran lingkar
kepala lebih kecil dari ukuran baku)
§ Megalensefali (merupakan pembesaran
jaringan otak).
Pada masa pascanatal:
- Proses kelahiran yang lama dan sulit, dapat menimbulkan kekwangan zat oksigen di otak, yang berdampak pada kelainan saraf seperti serebral palsi, retardasi mental, gangguan inteligensi, epilepsi dan gangguan perilaku.
- Infeksi yang menyerang susunan saraf pusat dapat disebabkan oleh kuman atau virus. Infeksi virus ini menyebabkan radang dari jaringan otak atau ensefalitis, merupakan penyebab terbanyak dari keterlarnbatan perkembangan mental maupun kemunduran taraf perkembangan yang telah dicapai. Infeksi kuman yang menyebabkan radang selaput otak atau meningitis yang terbanyak adalah karena kuman tuberkulosis. Secara klinis ditemukan kelumpuhan anggota gerak, gangguan kesadaran, maupun gangguan perkembangan mental/ernosi. Penyakit kronik, apalagi bila dirawat di rumah sakit, akan menimbulkan kegelisahan pada anak dan juga pada orang tuanya. Sering mereka mengalami reaksi stres atau gangguan penyesuaian, akibat terhentinya sekolah dan anak kurang mendapat stimulasi selama sakit.
- Penyaakit konvulsif seperti epilepsi, terutama bila sering kejang dapat menyebabkan kelainan neurologik dan gangguan perkembangan mental/emosi. Setiap serangan kejang dapat menimbulkan gangguan metabolisme dan fungsi dari sel saraf dan menyebabkan kerusakan sel itu sendiri. Semakin sering dan lama anak menderita kejang, semakin banyak gangguan yang terjadi pada susunan saraf pusat. Anak juga sering mengalami stres dan gangguan psikososial, perasaan malu dan rendah diri. Makin muda usia waktu timbulnya epilepsi, makin banyak ditemukan retardasi mental.
- Gangguan gizi pada anak dapat mempengaruhi perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Anak yang menderita gangguan gizi berat memperlihatkan tanda-tanda apati, kurang menunjukkan perhatian terhadap sekitar, dan lambat bereaksi terhadap suatu rangsangan. Umumnya anak yang menderita gangguan gizi membutuhkan lebih banyak waktu untuk belajar dibandingkan anak normal. Juga anak-anak ini lebih mudah mendapat infeksi sekunder yang akut maupun kronik, anemia clan sebagainya. Gangguan gizi berat dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan jaringan otak, ditunjukkan dengan berkurangnya ukuran lingkar kepala.
- Anemia kekurangan zat besi yang biasanya kronik dapat pula menyebabkan gangguan perkembangan baik fisik maupun mental.
DEFENISI
Ada beberapa defenisi Learning Disabilities,
antara lain :
o
Gangguan
Belajar (Learning Disorders = LD) (Diagnostic & Statistical Manual of Mental Disorders [DSMIVJ): Diagnosis gangguan belajar ditegakkan bila
hasil yang dicapai di bidang membaca, maternatik, atau menulis di bawah hasil
yang semestinya dapat dicapai sesuai dengan tingkat usia, akademik dan
inteligensinya.
o
Individu
dengan IQ rata2/mendekati rata2 yang mengalami kesulitan belajar atau kesulitan
mendemonstrasikan apa yang mereka tahu :
-
Hampir tidak ada kelainan otak
-
Problem pada motorik atau persepsi
-
Problem baca tulis.
- Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
- Menurut IDEA dikatan anak dengan kesulitan belajar adalah anak yang mengalami gangguan di satu atau lebih proses dasar psikologi termasuk memehami dan menggunakan bahasa (verbal dan tulisan), yang berdampak pada kemampuan mendengar, berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja dan kalkulasi matematika. Termasuk juga gangguan persepsi, kerusakan otak, fungsi minimal otak dan disleksia ( gangguan dalam identifikasi huruf ).
- Gangguan belajar meliputi kemampuan untuk memperoleh, menyimpan, atau menggunakan keahlian khusus atau informasi secara luas, dihasilkan dari kekurangan perhatian, ingatan, atau pertimbangan dan mempengaruhi performa akademi.
- Gangguan belajar sangat berbeda dari keterlambatan mental dan terjadi dengan normal atau bahkan fungsi intelektual tinggi. Gangguan belajar hanya mempengaruhi fungsi tertentu, sedangkan pada anak dengan keterlambatan mental, kesulitan mempengaruhi fungsi kognitif secara luas. Terdapat tiga jenis gangguan belajar : gangguan membaca, gangguan menuliskan ekspresi, dan gangguan matematik. Dengan demikian, seorang anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan memahami dan mempelajari matematika yang signifikan, tetapi tidak memiliki kesulitan untuk membaca, menulis, dan melakukan dengan baik pada subjek yang lain. Diseleksia adalah gangguan belajar yang paling dikenal. Gangguan belajar tidak termasuk masalah belajar yang disebabkan terutama masalah penglihatan, pendengaran, koordinasi, atau gangguan emosional. (www.medicastore.com)
o Kesulitan Belajar atau “Learning
Disabilities, LD” adalah hambatan/gangguan belajar pada anak dan remaja yang
ditandai oleh adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf intelegensi dan
kemampuan akademik yang seharusnya dicapai. Hal ini disebabkan oleh gangguan di
dalam sistem saraf pusat otak (gangguan neurobiologis) yang dapat menimbulkan gangguan
perkembangan seperti gangguan perkembangan bicara, membaca, menulis, pemahaman,
dan berhitung. (National Institute of Health, USA Learning
Disabilities Association of America )
Problem belajar sangat erat
kaitannya dengan pencapaian hasil akademik dan aktivitas sehari-hari. Orang dewasa dengan LD biasanya mengalami kesulitan dalam pekerjaan dan
adaptasi sosialnya. Orang dengan LD mempunyai proses kognitif yg abnormal:
kelainan di bidang persepsi visual, bicara, atensi, dan daya ingat.
EPIDEMIOLOGI
·
Insiden
Di
AS: 5% murid di sekolah umum mengalami LD. Hampir 40% nya mengalarni putus
sekolah (1,5 X populasi umurn). Diperkirakan 3% sampai 15% anak bersekolah di Amerika Serikat memerlukan pelayanan
pendidikan khusus untuk menggantikan gangguan belajar. Anak laki-laki dengan
gangguan belajar bisa melebihi anak gadis lima banding satu, meskipun anak
perempuan seringkali tidak dikenali atau terdiagnosa mengalami gangguan
belajar.
Kebanyakan anak dengan masalah
tingkah laku tampak kurang baik di sekolah dan diperiksa dengan psikologis
pendidikan untuk gangguan belajar. Meskipun begitu, beberapa anak dengan jenis
gangguan belajar tertentu menyembunyikan gangguan mereka dengan baik,
menghindari diagnosa, dan oleh karena itu pengobatan, perlu waktu yang lama.
Karakteristik LD
- Karakteristik umum LD
- Kesulitan bahasa
- Kesulitan baca tulis (mengeja, pengenalan alfabet, dsb.)
- Kesulitan kalkukasi matematis
- Tidak mempunyai masalah visual, auditori, atau motorik khusus.
- Bukan pula dikategorikan mempunyai MR atau gangguan emosi
- Bukan merupakan permasalahan lingkungan (spt kurangnya prasarana sekolah atau anak berasal dari keluarga kurang mampu)
- Karakteristik Khusus LD:
- Baca
Pengenalan kata atau pemahaman kata
Dyslexia (ketidakmampuan
mencocokkan bunyi dengan alfabetnya)
- Tulis
Tulisan cakar ayam, ejaan tidak
benar, susunan kalimat tidak logis
- Matematis
Mengenali nomer, mengingat dan
mengerti simbol2 matematis
- Memori
Problem short-term dan/atau
long-term memory
- Kognisi
Memonitor pikiran sendiri
- sosial & prilaku
Menginterpretasikan
sinyal2 sosial
Ciri khasnya adalah kegagalan dalam ketrampilan :
- Gangguan membaca (Disleksia)
- Gangguan matematik (Diskalkulia)
- Gangguan menulis ekspresif (Spelling Dyslexia, Spelling Disorder)
- Gangguan belajar lainnyaltidak spesifik
Gangguan Membaca (Disleksia):
Adalah ketrampilan membaca
yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan inteligensi anak.
Ciri khasnya:
- Gagal dalam mengenali kata-kata, lambat & tidak teliti bila membaca, pemahaman yang buruk.
- 4% dari anak usia sekolah di AS
- Anak laki-laki 3-4 kali > anak perempuan
Gangguan Matematik (diskalkulia)
Adalah ketrampilan matematik :
o linguistik (memahami istilah
matematika, mengubah soal tulisan ke simbol
matematika),
o perseptual (kemampuan untuk
memahami simbol dan mengurutkan kelompok angka)
o matematik (+/-/x/: dan cara
mengoperasikannya)
o atensional (mengkopi bentuk
dengan benar, mengoperasikan simbol dengan benar)
o Prevalensi ± 5% anak usia
sekolah
o Anak perempuan > anak
laki-laki
o Biasanya disertai gangguan
belajar yang lain
o Kebanyakan terdeteksi ketika
berada di kelas 2 dan 3 SD (6-8 th)
Gangguan Menulis Ekspresif (Spelling Dyslexia, Spelling Disorder)
Adalah ketrampilan menulis
yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan inteligensi anak Banyak,
ditemukan kesalahan dalam menulis dan penarnpilan tulisan yang buruk (cakar
ayam) Biasanya sudah tampak sejak kelas 1 5D Rasa frustrasi, marah oleh karena
kegagalan dalam prestasi akademik menyebabkan munculnya gangguan depresi yang kronis.
FAKTOR RESIKO
Faktor-faktor resiko timbulnya kesulitan belajar ada dua
yaitu factor intern siswa dan factor ekstern siswa. Kedua factor ini meliputi
aneka ragam hal dan keadaan yang antara lain tersebut dibawah ini :
- Factor Intern Siswa
Factor ini meliputi gangguan atau
kekurangmampuan psiko-fisik siswa, yakni ;
1. Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara
lain seperti rendahnya kapasitas intelektual / itelegensi siswa.
2. Yang bersifat efektif ( ranah rasa), antara
lain seperti labilnya emosi dan sikap.
3. Yang bersifat psikomotor ( ranah karsa), antara
lain seperti tergantungnya alat-alat indera penglihatan dan pendengaran ( mata
dan telinga).
- Factor Ektern Siswa
Faktor ini meliputi semua situasi
dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktifitas belajar siswa.
Factor lingkungan ini meliputi:
1. Lingkungan
Keluarga, contohnya : ketidak
harmonisan hubungan antara ayah dan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi
keluarga.
2.
Lingkungan perkampungan / masyarakat, contohnya wilayah perkampungan kumuh , dan
teman-teman sepermainan (peer group)
yang nakal.
3.
Lingkungan Sekolah, contohnya, kondisi dan letak gedung sekolah
yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru dan alat-alat belajar yang
berkualitas rendah.
PENYEBAB
Berbagai kondisi yan dapat
menimbulkan kesulitan belajar dan gangguan emosi/perilaku pada anak:
1) Akibat penempatan anak yang tidak sesuai dengan
taraf kemampuannya
- Kondisi ini dapat terjadi pada anak dengan taraf kecerdasan di bawah rata-rata atau yang disebut retardasi mental, yaitu gangguan yang mempunyai gambaran utama:
- Fungsi intelektual umum di bawah rata-rata yang cukup bermakna.
- Perilaku adaptif terganggu.
- Timbul sebelum usia 18 tahun.
Anak-anak ini lambat dalam
perkembangan mentalnya, sehingga kemampuannya untuk belajar juga terbatas dibandingkan
dengan anakanak seusianya. Sering terjadi anak ditempatkan di kelas/sekolah
yang tidak sesuai dengan taraf kemampuannya yang terbatas itu. Orang tua yang
belum dapat menerima kondisi anaknya yang demikian ini, cenderung masih
enyangkal dan menutupi kenyataan yang ada dengan melemparkan kesalahan pada
orang lain atau bahkan semakin menuntut anak itu dengan memberinya berbagai
macam les setiap hari. Anak seakan-akan hidup hanya untuk belajar, walau
demikian ia selalu gagal dan sering dimarahi, diejek, dibandingkan dengan anak
lain.
Akibatnya la semakin malas
untuk berusaha dan belajar terus. Rasa benci dan marah timbul dalam dirinya,
balk terhadap teman, guru dan orang tuanya. Perasaan emosinya itu lalu
diekspresikan dalam bentuk tingkah laku yang mengganggu. Hal ini semakin
membuat lingkungan tidak menyukainya dan terjadilah kondisi yang semakin
merugikan perkembangan anak itu. Bakat-bakat yang lain yang potensial ia miliki
juga menjadi terhambat perkembangannya.
- Kondisi anak dengan taraf kecerdasan yang superior, sering mengalami kesulitan belajar dalam situasi pendidikan bagi anak rata-rata.
Diperlukan waktu yang lebih
singkat untuk mengerjakan tugas-tugasnya di sekolah, sisa waktu ia pakai untuk mengganggu
teman atau asyik melamun sendiri. Hal ini lama kelamaan menjadi lebih menarik
dibanding pelajarannya. Akhirnya anak ketinggalan dan mengalami
kesukaran dalam mengikuti pelajaran. Prestasi akademiknya akan menjadi buruk,
dalam kondisi demikian baik guru maupun orang tua akan mempunyai kesan yang
negatif terhadap anak ini.
Demikian pula anak, ia akan
semakin bereaksi negatif terhadap proses belajar. Akibat selanjutnya adalah
anak jadi semakin malas belajar, menghindar untuk belajar dan ada kemungkinan
tidak naik kelas. Untuk mengatasi kedua masalah di atas adalah menempatkan anak
pada tempat yang sesuai dengan kemampuannya, serta sikap orang tua dan guru
harus disesuaikan dengan kondisi anak.
2) Gangguan yang terjadi akibat belum tercapainya
kesiapan belajar (learning readiness).
Kemampuan untuk belajar menulis,
membaca dan berhitung berkembang bersama dengan proses pematangan kepribadian
dan kecerdasan secara keseluruhan. Kesulitan belajar sering terjadi karena anak
tidak/belum memiliki taraf kematangan yang diperlukan untuk siap belajar.
Hal ini
dapat disebabkan :
a) anak memang belum
mencapainya, karena masih terlalu kecil muda.
b) anak gagal mencapainya
karena kelainan dalam dirinya atau karena pengaruh
lingkungannya.
Anak yang terlalu kecil, masih
belum mampu untuk menerima pelajaran seperti di sekolah. Ia tidak dapat duduk
tenang terlalu lama dan melaksanakan tugas yang diberikan dengan tuntas dan
sempurna. Melalui proses perkembangan yang wajar, anak akan sampai pada batas
kemampuan tersebut. Ada anak yang lebih cepat sampai pada taraf siap belajar, ada
yang lebih lambat. Batas usia berkisar antara 41Q tahun, dengan rata-rata usia
6-7 tahun. Bila pelajaran dipaksa diberikan pada anak-anak yang belum siap,
rnereka akan mengalami hal yang kurang menyenangkan berkenaan dengan belajar.
Lebih lagi apabila suasana belajarnya itu menegangkan dan menakutkan. Kelak
bila kesiapan belajarnya itu muncul, anak secara emosional sudah terlanjur
mempunyai kesan yang kurang menyenangkan terhadap belajar, anak akan berusaha
mengelak dari hal-hal yang berhubungan dengan belajar. Untuk mencegah hal ini,
jangan mengajar anak dengan paksa, anak bukan objek melainkan subjek dalam
proses belajar, pelajaran/metode yang diberikan adalah untuk anak, bukan anak
untuk pelajaran/metode, jangan hanya mengejar target prestasi sekolah tapi pikirkanlah
target prestasi yang mampu dicapai si anak.
3) Gangguan yang timbul akibat pembiasaan yang
kurang menyenangkan yang berhubungan dengan proses belajar.
Anak mau belajar karena sayang
dan senang, ini merupakan prinsip yang penting dalam pendidikan seorang anak.
Cara
mengajar anak pada umumnya dapat menggunakan dua macam cara :
a) dengan cara memberi hadiah (rewards),
yaitu usaha belajar anak diarahkan untuk
memperoleh sesuatu yang menyenangkan
bila la mau belajar atau mencapai prestasi tertentu.
b) dengan cara memberi hukuman (punishment)
bila la tidak mau belajar, yaitu usaha
belajar anak diarahkan untuk menghindar
dari sesuatu yang tidak menyenangkan:
Ternyata cara a) cenderung
dipertahankan lebih lama oleh anak, karena usaha belajar itu diasosiasikan
dengan hal yang menyenangkan. Sebaliknya cara b) cenderung menimbulkan asosiasi
yang negatif terhadap proses belajar, karena anak akan melihat guru/orang tua
sebagai figur yang tidak menyenangkan. Kondisi ini bila dibiarkan akan dapat berakibat
buruk, karena kesan ini akan menempel terus pada anak. Berbagai masalah emosi
dan perilaku dapat muncul sebagai akibatnya, cemas, depresi, fobia sekolah dsb.
Prestasi betajarnya tidak akan pernah baik, sehingga dapat
menimbulkan kesan kecerdasannya lebih rendah dari
yang sebenarnya. Diperlukan intervensi dini dengan dibimbing oleh guru yang
berpengalaman dan dalam suasana yang menyenangkan, untuk mengubah persepsinya
tentang belajar.
4) Gangguan dalam hubungan anak dengan orang yang
bermakna.
Proses beiajar merupakan
proses pengolahan aktif dalam diri anak, dan terjadi daiam konteks hubungan
antar manusia. Kemauan untuk belajar, yaitu untuk memperoleh ketrampilan dan
kepandaian tertentu, timbul karena berbagai motif.
Salah satu adalah kebutuhan
untuk identifikasi, baik dengan orang dewasa maupun dengan teman sebaya. Mekanisme
psikik ini perlu diperhatikan. Di sini letak pentingnya peranan pribadi guru
sebagai figur identifikasi utama di sekolah. Khususnya guru-guru kelas bermain,
taman kanak-kanak dan kelas-kelas pertama sekolah dasar, merupakan figux utama
yang mencerminkan `orang luar numah', dan perantara utama yang membantu dan
membimbing anak memasuki `dunia luar rumah'. Hendaknya mereka itu memiliki
sifat-sifat pelindung dan pembimbing, orang tua yang bijak, dan bukan sebagai
oxang yang ditakuti, menuntut dan menghukum. Hubungan guru-murid harus diwarnai
oleh rasa sayang dan kagum, sehingga anak mau mendengar dan mengerjakan apa
yang ditugaskan guru. Ia ingin jadi seperti guru.
Pentingnya peranan teman-teman
dalam proses identifikasi merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam
pergaulan. Anak seringkali ingin melakukan apa yang dilakukan oleh teman
sebayanya. Motif untuk bersaing antar ternan, dapat meningkatkan atau
menghambat gairah belajar.
Hubungan yang kurang
menyenangkan antara anak dengan orang tuanya, dapat menimbulkan permasalahan
dalam proses belajar. Situasi keluarga yang kurang harrnonis, yang tidak
menciptakan suasana belajar dalam rumah, juga orang tua yang terlalu ambisius
dan terlalu mementingkan pelajaran sekolah, akan membuat gairah belajar anak menurun,
anak akan jenuh dan kondisi ini sering menjadi arena `pertempuran' antara anak
dan orang tua. Rasa kecewa dan marah terhadap orang tuanya, diekspresikan anak
melalui belajar. Menurunnya prestasi belajar secara sadar atau tidak,
digunakannya untuk mengecewakan orang tua.
Intervensi utama pada kasus
seperti ini adalah memperbaiki hubungan orang tua-anak, melalui terapi
individual untuk anak dan terapi keluarga untuk semua anggota keluarga yang
terlibat dengan anak, disamping terapi remedial yang intensif.
5) Konflik-konflik intrapsikik yang dapat
menghambat proses belajar dapat berupa gangguan cemas masa kanak atau remaja,
gangguan depresi pada anak dan remaja. Untuk dapat belajar dengan balk,
individu harus mampu memusatkan perhatian dan mengarahkan energi mentalnya pada
hal-hal yang akan dipelajarinya itu. Konflik mental yang biasanya dirasakan
dalam bentuk berbagai perasaan cemas, rasa salah, rasa dosa, dsb. Menyeb$abkan
anak tidak mampu berkonsentrasi, daya pikir untuk belajar jadi menurun, karena
sebagian besar energi mentalnya itu ditarik untuk menyelesaikan konfliknya
tersebut. Diperlukan intervensi secepatnya untuk mengatasi hal ini, terutama
dengan melakukan pendekatan individual.
6) Cara-cara pendidikan yang terlalu memanjakan
anak dapat menimbulkan permasalahan pada emosi dan perilakunya.
Anak-anak yang terlalu dilayani dan dimanja,
cenderung tidak ulet dalam usaha mencapai sesuatu. Mereka cepat meninggalkan
tugas yang sulit, dan lebih banyak menuntut pemuasan segera tanpa usaha yang
sungguh-sungguh.
Belajar baginya adalah sesuatu
yang sangat membosankan, karena `tidak enak', `harus mikir', `capai' dsb.
Mereka cenderung mengandalkan orang lain dan kurang memiliki rasa tanggung
jawab.
Tipe-tipe orang tua (Michael Rutter menggambarkan
adanya 4 tipe orang tua):
1. Otoriter: orang tua yang keras dan kaku
dalam mendidik anak, sehingga dapat
menimbulkan depresi pada anak.
2. Permisif orang tua selalu menuruti kemauan
anak dan Walk ada batasan yang dibuat
dalam mendidik anak, hal ini dapat
mengakibatkan k;-:ntrol impuls yang buruk pada anak.
3. Acuh tak acuh/mengabaikan: orang tua
mengabailr:xn dan kurang memperhatikan
pengasuhan anaknya, kondisi
ini biasanya rn_emicu timbulnya perilaku yang agresif pada anak.
4. Timbal-balik: orang tua akan
mempertimbangkan secara rasional setiap keputusan
yang diambil bersama, kondisi seperti
ini akan menimbulkan rasa percaya diri pada anak.
7) Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas
Yaitu gangguan dengan gambaran
utama kurangnya kemampuan memusatkan perhatian dan hiperaktif serta impulsif yang
tidak sesuai dengan taraf perkembangannya. Ia sangat mudah tertarik pada banyak
hal disekitarnya, sehingga ia
tidak dapat lama berkonsentrasi dan proses belajar
tidak dapat berjalan dengan baik. Kondisi ini dapat di dasari oleh kecemasan,
yang pada anak-anak diekspresikan melalui tingkah laku yang meningkat, terus
gelisah, dan tidak dapat diam. Biasanya hal ini berhubungan dengan suatu
situasi kehidupan tertentu. Sedangkan pada kondisi yang didasari oleh kelainan
fisiologis otak, hiperaktivitas dan gangguan konsentrasinya tidak ada hubungan
dengan situasi tertentu, jadi dapat muncul kapan saja dan dimana saja.
Penanganan segera diperlukan agar anak dan lingkungannya tidak terkondisi
dengan perilakunya itu. Biasanya diperlukan farmakoterapi dan terapi perilaku
yang intensif.
8) Autisme masa kanak-kanak, yaitu gangguan
perkembangan pada anak dengan gambaran utama adanya gangguan komunikasi
verbal/non-verbal, gangguan pada interaksi sosial, sulit mengadakan kontak
mata, aktivitas motorik sering meningkat tidak terkendali, gerakan yang
diulang-ulang dan hampir 75% dengan retardasi mental. Permasalahan sering muncul
bila masalah emosi dan perilakunya menjadi dominan, apalagi ketika anak-anak
ini telah belajar di sekolah. Sering sulit untuk menilai sejauh mana kecerdasan
anak tersebut, karena tertutup oleh pengaruh gejala-gejala lain yang lebih
dominan.
Membutuhkan terapi yang komprehensif dan terpadu
dari berbagai disiplin ilmu.
9) Gangguan emosi dan perilaku yang disebabkan
oleh ketergantungan zat/obat. Permasalahan yang muncul sangat kompleks pada
anak dengan masalah ini, sehingga sangat diperlukan kerjasama yang baik antara
orang tua-anak dengan para terapisnya. Lingkungan yang lebih dominan dalam
permasalahan ini patut mendapat perhatian khusus, sehingga tidak sampai
mengganggu prestasi akademiknya.
DIAGNOSIS
KESULITAN BELAJAR
Sebelum
menetapkan alternative pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat
dianjurkan untuk terlebih dahulu melakukan identidikasi ( upaya mengenali
gejala dengan cermat) terhadap fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya
kesulitan belajar yang melanda siswa tersebut.
Dalam
melaksanakan diagnostic diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas
langkah-langkah tertentu yang diorientasikan pada ditemukannya kesulitan
belajar jenis tertentu yang dialami siswa.
Banyak
langkah-langkah diagnostic yang ditempuh guru, antara lain yang cukup terkenal
adalah prosedur Weener & Senf (1982) Sebagaimana yang dikutip wardani
(1991) sebagai berikut:
- Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran.
- Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga mengalami kesulitan belajar.
- Mewawancarai orang atau wali siswa untuk mengetahui hal ihwal keluarga yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar.
- Memberikan tes diagnosik bidang lecakapan tertentu untuk mengetahui hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa.
- Memberikan tes kemampuan itelegensi (IQ) khususnya kepada siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar.
PENATALAKSANAAN
Anak merupakan bagian dari
keluarga, ia hidup dalam keluarga. Ia tidak berdiri sendiri, ia mempunyai
keterkaitan yang erat dengan semua anggota keluarga, berikut semua permasalahan
yang ada. Oleh karenanya setiap permasalahan pada anak merupakan suatu tanda
adanya bentuk 'permasalahan' lain dalam keluarga itu, yang mungkin belum muncul
ke permukaan, sehingga sering orang tua tidak menyadari hal ini. Oleh karenanya
untuk menanggulangi masalah ini diperlukan suatu pendekatan tim, yang terdiri
dari tenaga medis (dokter anak, psikiater anak, dokter rehabilitasi medik), tenaga
psikolog dan tenaga pendidik/remedial, ahli terapi wicara, okupasi,
fisioterapis, petugas sosial.
Tergantung dari permasalahan
yang muncul, maka suatu kombinasi dari cara-cara pengobatan di bawah ini perlu dipertimbangkan:
1. Farmakoterapi: disesuaikan dengan kondisi
gangguan yang ada
- Stimulan: methylphenidate
- Neuroleptika: misalnya Haloperidol, Risperidone.
- Anti depresan: golongan Trisiklik anti depresan, SSRI (mis.Fluvoxamine, Fluoxetine,
- Sertraline), RIMA (Moclobomide).
- Anti anxietas: misalnya buspirone, hydroxyzine dihydrochloride.
2. Psikoterapi : termasuk terapi individual,
terapi keluarga, terapi kelompok.
3. Terapi lainnya : termasuk terapi edukasi
khusus, wicara, perilaku, okupasi & fisioterapi.
Pengobatan yang
paling berguna untuk gangguan belajar adalah pendidikan yang secara hati-hati
disesuaikan dengan individu anak. Cara seperti membatasi makanan aditif,
menggunakan vitamin dalam jumlah besar, dan menganalisa sistem anak untuk trace
mineral seringkali dicoba tetapi tidak terbukti. Tidak ada obat-obatan yang
cukup efektif pada pencapaian akademis, intelegensi, dan kemampuan pembelajaran
umum. Karena beberapa anak dengan gangguan belajar juga mengalami ADHD,
obat-obatan tertentu, seperti methylphenidate, bisa meningkatkan perhatian dan
konsentrasi, meningkatkan kemampuan anak untuk belajar.
KESIMPULAN
Kesulitan Belajar atau
“Learning Disabilities, LD” adalah hambatan/gangguan belajar pada anak dan
remaja yang ditandai oleh adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf
intelegensi dan kemampuan akademik yang seharusnya dicapai. Hal ini disebabkan
oleh gangguan di dalam sistem saraf pusat otak (gangguan neurobiologis) yang
dapat menimbulkan gangguan perkembangan seperti gangguan perkembangan bicara,
membaca, menulis, pemahaman, dan berhitung. (National
Institute of Health, USA Learning Disabilities Association of America )
Gangguan belajar pada anak
merupakan suatu gangguan yang sangat kompleks baik penyebab maupun penanganannya.
Untuk ini diperlukan satu tim terpadu, yang terdiri dari tenaga medis (dokter
anak, psikiater anak, dokter rehabilitasi medik), psikolog, terapis wicara,
terapis okupasi, fisioterapis dan tenaga pendidik/remedial yang dapat mengatasi
permasalahan gangguan belajar ini secara komprehensif dan terpadu.
DAFTAR
PUSTAKA
Syah,
Muhibbin, 2007. Psikologi belajar. Edisi
1. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Modul
Anak Berkebutuhan Khusus – materi perkuliahan. Fakultas Psikologi UIR.
Modul
Psikologi Pendidikan Semester1. Fakultas Psikologi UIR.
http;//Gangguan%20belajar%20“disleksia”%20-%20Feature%20-%20Artikel%20-
%20Parenting%20Indonesia.mht.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar