Jumat, 27 Januari 2012

LEARNING DISSABILITIES



PENDAHULUAN
Dalam menyongsong era globalisasi ini, dibutuhkan suatu modal agar kita dapat sukses melalui era ini. Modal yang terpenting adalah kualitas dari sumber daya manusianya sendiri, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain tingkat pendidikannya.
Dibutuhkan bermacam faktor penunjang agar dapat tercapai tingkat pendidikan optimal yang diharapkan. Selain sarana dan prasarana seperti tempat pendidikan, kondisi sosial-ekonomi, lingkungan masyarakat, dan keluarga yang menunjang tercapainya tingkat pendidikan yang baik, ada satu faktor penting lain yang berasal dari dalam sumber daya manusianya sendiri, yaitu faktor kecerdasan.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan anak, yaitu faktor internal (dari dalam diri anak itu sendiri) dan faktor eksternal (faktor luar).  Faktor internal tentunya sangat tergantung pada perkembangan fungsi otaknya, yang terjadi sejak ia masih berada di dalam kandungan ibu, oleh karenanya faktor gizi ibu dan anak sangatlah penting untuk diperhatikan. Selain hal tersebut di atas ada faktor lain pada diri anak itu sendiri yang dapat mempengaruhi kecerdasannya, yaitu faktor emosi dan perilaku dari anak tersebut. Dalam kondisi emosi dan perilaku yang terganggu tentunya anak tidak dapat tumbuh kembang dengan optimal. Ia akan mengalami berbagai macam hambatan dalam tumbuh kembangnya, seperti gangguan perkembangan fisik, gangguan dalam bidang akademis, dalam interaksi sosial dengan lingkungannya dan sebagainya.
Selain hal itu faktor eksternal juga sangat penting untuk diperhatikan, karena rnempunyai dampak yang cukup besar pada turnbuh kembang anak bila faktor ini mengalami masalah. Kondisi-kondisi seperti ini apabila tidak dideteksi sedini mungkin dan mendapatkan pertolongan secepatnya, dapat mengakibatkan perkembangan anak terganggu, termasuk kecerdasannya. Diharapkan dengan intervensi dini anak akan tumbuh kembang dengan optimal sesuai dengan kemampuannya.

Perkembangan Otak
Perkembangan otak manusia terjadi sejak di dalam kandungan, masa pra-natal, masa pasca-natal, masa dewasa dan usia lanjut. Pada rnasa awal periode perkembangan (pada usia 2-4 bulan, saat bayi mulai menyadari akan lingkungan sekitamya dengan puncak pada usia 8 bulan) terjadi pertumbuhan sel-sel otak yang sangat cepat. Bahkan pada anak usia 2 tahun, jumlah jaringan saraf dan metabolisme di otak dua kali orang dewasa dan hal ini menetap sampai usia 10- 11 tahun.
Karena itulah otak yang sedang berkembang mempunyai kemampuan yang sangat besar untuk memperbaiki diri (plastisitas otak) dan menemukan jalan untuk mengadakan kompensasi. Masa ini kita sering sebut dengan istilah Golden age/usia emas.
Pada menjelang masa remaja (sekitar 18 tahun) plastisitas otak makin berkurang, namun kekuatannya makin meningkat, sehingga segala talenta yang telah ada sebelumnya kini siap dipraktekkan.
Faktor genetik (nature) dan lingkungan (nurture) sering saling mempengaruhi. Potensi yang ada pada seorang anak merupakan modal dasar, namun apakah hal ini kelak akan dipergunakan secara positif atau negatif sangatlah tergantung dari stimulasi yang diperoleh atau pengaruh lingkungannya.
Pada masa dewasa, meskipun tidak dapat dibentuk sel-sel otak baru pada susunan sarafnya, namun setiap sel saraf mampu untuk mengadakan cabang dan hubungan antar sel saraf yang baru guna mengkompensasi sel-sel yang rusak.

Berbagai penyebab yang dapat mempengaruhi perkembangan otak:
Pada masa prenatal:
o   Kelainan kromosom dan genetic yang banyak dijumpai ialah sindroma down akibat trisomi 21. Infeksi intra-uterine: rubella, toxoplasmosis, syphilis, herpes, cytomegalo virus, varicella, encefalitis virus dan lain-lain. Obat-obatan RTRD yang bersifat teratogenik yang diminum ibu hamil, misal antibiotik (tetrasiklin), phenytoin, progesteronestrogen, lithium.
o   Stres maternal yaitu hormon yang berhubungan dengan stres, seperti kortikosteroid, akan masuk ke dalam janin melalui plasenta ibu dan dapat mempengaruhi sistem kardiavaskuler janin.
o   Pada wanita dengan tingkat kecemasan yang tinggi sering mempunyai bayi yang hiperaktif dan iritabel, mempunyai gangguan tidur dan berat badan lahir rendah serta pola makan yang buruk.
o   Kondisi ibu dengan diabetes, gangguan endokrin, kekurangan nutrisi, kelaparan, ketergantungan zat dan obat. Pemakaian alkohol pada ibu hamil dapat terjadi Sindroma fetal alkohol, terdapat hambatan pertumbuhan (berat badan,panjang badan), pelbagai anornali (bola mata yang kecil, garis tangan yang pendek dan sebagainya), mikrosefali, riwayat perkembangan yang terlambat, hiperaktif, gangguan pemusatan perhatian, kesulitan belajar, kejang, defisit intelektual.
o   Merokok saat hamil dapat mempengaruhi berat badan lahir bayi Kondisi seperti di atas dapat menimbulkan berbagai kelainan otak antara lain:
§  Anensefali (tulang kepala tidak terbentuk, terjadi sebelum umur janin 24 hari)
§  Mikrosefali (keadaan dengan ukuran lingkar kepala lebih kecil dari ukuran baku)
§  Megalensefali (merupakan pembesaran jaringan otak).

Pada masa pascanatal:
  • Proses kelahiran yang lama dan sulit, dapat menimbulkan kekwangan zat oksigen di otak, yang berdampak pada kelainan saraf seperti serebral palsi, retardasi mental, gangguan inteligensi, epilepsi dan gangguan perilaku.
  • Infeksi yang menyerang susunan saraf pusat dapat disebabkan oleh kuman atau virus. Infeksi virus ini menyebabkan radang dari jaringan otak atau ensefalitis, merupakan penyebab terbanyak dari keterlarnbatan perkembangan mental maupun kemunduran taraf perkembangan yang telah dicapai. Infeksi kuman yang menyebabkan radang selaput otak atau meningitis yang terbanyak adalah karena kuman tuberkulosis. Secara klinis ditemukan kelumpuhan anggota gerak, gangguan kesadaran, maupun gangguan perkembangan mental/ernosi. Penyakit kronik, apalagi bila dirawat di rumah sakit, akan menimbulkan kegelisahan pada anak dan juga pada orang tuanya. Sering mereka mengalami reaksi stres atau gangguan penyesuaian, akibat terhentinya sekolah dan anak kurang mendapat stimulasi selama sakit.
  • Penyaakit konvulsif seperti epilepsi, terutama bila sering kejang dapat menyebabkan kelainan neurologik dan gangguan perkembangan mental/emosi. Setiap serangan kejang dapat menimbulkan gangguan metabolisme dan fungsi dari sel saraf dan menyebabkan kerusakan sel itu sendiri. Semakin sering dan lama anak menderita kejang, semakin banyak gangguan yang terjadi pada susunan saraf pusat. Anak juga sering mengalami stres dan gangguan psikososial, perasaan malu dan rendah diri. Makin muda usia waktu timbulnya epilepsi, makin banyak ditemukan retardasi mental.
  • Gangguan gizi pada anak dapat mempengaruhi perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Anak yang menderita gangguan gizi berat memperlihatkan tanda-tanda apati, kurang menunjukkan perhatian terhadap sekitar, dan lambat bereaksi terhadap suatu rangsangan. Umumnya anak yang menderita gangguan gizi membutuhkan lebih banyak waktu untuk belajar dibandingkan anak normal. Juga anak-anak ini lebih mudah mendapat infeksi sekunder yang akut maupun kronik, anemia clan sebagainya. Gangguan gizi berat dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan jaringan otak, ditunjukkan dengan berkurangnya ukuran lingkar kepala.
  • Anemia kekurangan zat besi yang biasanya kronik dapat pula menyebabkan gangguan perkembangan baik fisik maupun mental.

DEFENISI
Ada beberapa defenisi Learning Disabilities, antara lain :
o   Gangguan Belajar (Learning Disorders = LD) (Diagnostic & Statistical Manual of Mental Disorders [DSMIVJ): Diagnosis gangguan belajar ditegakkan bila hasil yang dicapai di bidang membaca, maternatik, atau menulis di bawah hasil yang semestinya dapat dicapai sesuai dengan tingkat usia, akademik dan inteligensinya.
o   Individu dengan IQ rata2/mendekati rata2 yang mengalami kesulitan belajar atau kesulitan mendemonstrasikan apa yang mereka tahu :
            - Hampir tidak ada kelainan otak
            - Problem pada motorik atau persepsi
            - Problem baca tulis.
  • Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
  • Menurut IDEA dikatan anak dengan kesulitan belajar adalah anak yang mengalami gangguan di satu atau lebih proses dasar psikologi termasuk memehami dan menggunakan bahasa (verbal dan tulisan), yang berdampak pada kemampuan mendengar, berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja dan kalkulasi matematika. Termasuk juga gangguan persepsi, kerusakan otak, fungsi minimal otak dan disleksia ( gangguan dalam identifikasi huruf ).
  • Gangguan belajar meliputi kemampuan untuk memperoleh, menyimpan, atau menggunakan keahlian khusus atau informasi secara luas, dihasilkan dari kekurangan perhatian, ingatan, atau pertimbangan dan mempengaruhi performa akademi.
  • Gangguan belajar sangat berbeda dari keterlambatan mental dan terjadi dengan normal atau bahkan fungsi intelektual tinggi. Gangguan belajar hanya mempengaruhi fungsi tertentu, sedangkan pada anak dengan keterlambatan mental, kesulitan mempengaruhi fungsi kognitif secara luas. Terdapat tiga jenis gangguan belajar : gangguan membaca, gangguan menuliskan ekspresi, dan gangguan matematik. Dengan demikian, seorang anak dengan gangguan belajar bisa mengalami kesulitan memahami dan mempelajari matematika yang signifikan, tetapi tidak memiliki kesulitan untuk membaca, menulis, dan melakukan dengan baik pada subjek yang lain. Diseleksia adalah gangguan belajar yang paling dikenal. Gangguan belajar tidak termasuk masalah belajar yang disebabkan terutama masalah penglihatan, pendengaran, koordinasi, atau gangguan emosional. (www.medicastore.com)
o   Kesulitan Belajar atau “Learning Disabilities, LD” adalah hambatan/gangguan belajar pada anak dan remaja yang ditandai oleh adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf intelegensi dan kemampuan akademik yang seharusnya dicapai. Hal ini disebabkan oleh gangguan di dalam sistem saraf pusat otak (gangguan neurobiologis) yang dapat menimbulkan gangguan perkembangan seperti gangguan perkembangan bicara, membaca, menulis, pemahaman, dan berhitung. (National Institute of Health, USA Learning Disabilities Association of America )

Problem belajar sangat erat kaitannya dengan pencapaian hasil akademik dan aktivitas sehari-hari. Orang dewasa dengan LD biasanya mengalami kesulitan dalam pekerjaan dan adaptasi sosialnya. Orang dengan LD mempunyai proses kognitif yg abnormal: kelainan di bidang persepsi visual, bicara, atensi, dan daya ingat.

EPIDEMIOLOGI
·         Insiden
            Di AS: 5% murid di sekolah umum mengalami LD. Hampir 40% nya mengalarni putus sekolah (1,5 X populasi umurn). Diperkirakan 3% sampai 15% anak bersekolah di Amerika Serikat memerlukan pelayanan pendidikan khusus untuk menggantikan gangguan belajar. Anak laki-laki dengan gangguan belajar bisa melebihi anak gadis lima banding satu, meskipun anak perempuan seringkali tidak dikenali atau terdiagnosa mengalami gangguan belajar.
Kebanyakan anak dengan masalah tingkah laku tampak kurang baik di sekolah dan diperiksa dengan psikologis pendidikan untuk gangguan belajar. Meskipun begitu, beberapa anak dengan jenis gangguan belajar tertentu menyembunyikan gangguan mereka dengan baik, menghindari diagnosa, dan oleh karena itu pengobatan, perlu waktu yang lama.


Karakteristik LD
  1. Karakteristik umum LD
  • Kesulitan bahasa
  • Kesulitan baca tulis (mengeja, pengenalan alfabet, dsb.)
  • Kesulitan kalkukasi matematis
  • Tidak mempunyai masalah visual, auditori, atau motorik khusus.
  • Bukan pula dikategorikan mempunyai MR atau gangguan emosi
  • Bukan merupakan permasalahan lingkungan (spt kurangnya prasarana sekolah atau anak berasal dari keluarga kurang mampu)

  1. Karakteristik Khusus LD:
  • Baca
Pengenalan kata atau pemahaman kata
Dyslexia (ketidakmampuan mencocokkan bunyi dengan alfabetnya)
  • Tulis
Tulisan cakar ayam, ejaan tidak benar, susunan kalimat tidak logis
  • Matematis
Mengenali nomer, mengingat dan mengerti simbol2 matematis
  • Memori
Problem short-term dan/atau long-term memory
  • Kognisi
Memonitor pikiran sendiri
  • sosial & prilaku
Menginterpretasikan sinyal2 sosial

Ciri khasnya adalah kegagalan dalam ketrampilan :
  • Gangguan membaca (Disleksia)
  • Gangguan matematik (Diskalkulia)
  • Gangguan menulis ekspresif (Spelling Dyslexia, Spelling Disorder)
  • Gangguan belajar lainnyaltidak spesifik



Gangguan Membaca (Disleksia):
Adalah ketrampilan membaca yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan inteligensi anak.
Ciri khasnya:
  • Gagal dalam mengenali kata-kata, lambat & tidak teliti bila membaca, pemahaman yang buruk.
  • 4% dari anak usia sekolah di AS
  • Anak laki-laki 3-4 kali > anak perempuan

Gangguan Matematik (diskalkulia)
Adalah ketrampilan matematik :
o linguistik (memahami istilah matematika, mengubah soal tulisan ke simbol
   matematika),
o perseptual (kemampuan untuk memahami simbol dan mengurutkan kelompok angka)
o matematik (+/-/x/: dan cara mengoperasikannya)
o atensional (mengkopi bentuk dengan benar, mengoperasikan simbol dengan benar)
o Prevalensi ± 5% anak usia sekolah
o Anak perempuan > anak laki-laki
o Biasanya disertai gangguan belajar yang lain
o Kebanyakan terdeteksi ketika berada di kelas 2 dan 3 SD (6-8 th)

Gangguan Menulis Ekspresif (Spelling Dyslexia, Spelling Disorder)
Adalah ketrampilan menulis yang berada di bawah tingkatan usia, pendidikan dan inteligensi anak Banyak, ditemukan kesalahan dalam menulis dan penarnpilan tulisan yang buruk (cakar ayam) Biasanya sudah tampak sejak kelas 1 5D Rasa frustrasi, marah oleh karena kegagalan dalam prestasi akademik menyebabkan munculnya gangguan depresi  yang kronis.

FAKTOR RESIKO
            Faktor-faktor resiko timbulnya kesulitan belajar ada dua yaitu factor intern siswa dan factor ekstern siswa. Kedua factor ini meliputi aneka ragam hal dan keadaan yang antara lain tersebut dibawah ini :

  1. Factor Intern Siswa
Factor ini meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik siswa, yakni ;
1.      Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual / itelegensi siswa.
2.      Yang bersifat efektif ( ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap.
3.      Yang bersifat psikomotor ( ranah karsa), antara lain seperti tergantungnya alat-alat indera penglihatan dan pendengaran ( mata dan telinga).

  1. Factor Ektern Siswa
Faktor ini meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktifitas belajar siswa. Factor lingkungan ini meliputi:
1.      Lingkungan Keluarga, contohnya : ketidak harmonisan hubungan antara ayah dan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
2.      Lingkungan perkampungan / masyarakat, contohnya wilayah perkampungan kumuh , dan teman-teman sepermainan (peer group) yang nakal.
3.      Lingkungan Sekolah, contohnya, kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru dan alat-alat belajar yang berkualitas rendah.

PENYEBAB
Berbagai kondisi yan dapat menimbulkan kesulitan belajar dan gangguan emosi/perilaku pada anak:
1) Akibat penempatan anak yang tidak sesuai dengan taraf kemampuannya
  1. Kondisi ini dapat terjadi pada anak dengan taraf kecerdasan di bawah rata-rata atau yang disebut retardasi mental, yaitu gangguan yang mempunyai gambaran utama:
  • Fungsi intelektual umum di bawah rata-rata yang cukup bermakna.
  • Perilaku adaptif terganggu.
  • Timbul sebelum usia 18 tahun.
Anak-anak ini lambat dalam perkembangan mentalnya, sehingga kemampuannya untuk belajar juga terbatas dibandingkan dengan anakanak seusianya. Sering terjadi anak ditempatkan di kelas/sekolah yang tidak sesuai dengan taraf kemampuannya yang terbatas itu. Orang tua yang belum dapat menerima kondisi anaknya yang demikian ini, cenderung masih enyangkal dan menutupi kenyataan yang ada dengan melemparkan kesalahan pada orang lain atau bahkan semakin menuntut anak itu dengan memberinya berbagai macam les setiap hari. Anak seakan-akan hidup hanya untuk belajar, walau demikian ia selalu gagal dan sering dimarahi, diejek, dibandingkan dengan anak lain.
Akibatnya la semakin malas untuk berusaha dan belajar terus. Rasa benci dan marah timbul dalam dirinya, balk terhadap teman, guru dan orang tuanya. Perasaan emosinya itu lalu diekspresikan dalam bentuk tingkah laku yang mengganggu. Hal ini semakin membuat lingkungan tidak menyukainya dan terjadilah kondisi yang semakin merugikan perkembangan anak itu. Bakat-bakat yang lain yang potensial ia miliki juga menjadi terhambat perkembangannya.

  1.  Kondisi anak dengan taraf kecerdasan yang superior, sering mengalami kesulitan belajar dalam situasi pendidikan bagi anak rata-rata.

Diperlukan waktu yang lebih singkat untuk mengerjakan tugas-tugasnya di sekolah, sisa waktu ia pakai untuk mengganggu teman atau asyik melamun sendiri. Hal ini lama kelamaan menjadi lebih menarik dibanding pelajarannya. Akhirnya anak ketinggalan dan mengalami kesukaran dalam mengikuti pelajaran. Prestasi akademiknya akan menjadi buruk, dalam kondisi demikian baik guru maupun orang tua akan mempunyai kesan yang negatif terhadap anak ini.
Demikian pula anak, ia akan semakin bereaksi negatif terhadap proses belajar. Akibat selanjutnya adalah anak jadi semakin malas belajar, menghindar untuk belajar dan ada kemungkinan tidak naik kelas. Untuk mengatasi kedua masalah di atas adalah menempatkan anak pada tempat yang sesuai dengan kemampuannya, serta sikap orang tua dan guru harus disesuaikan dengan kondisi anak.

2) Gangguan yang terjadi akibat belum tercapainya kesiapan belajar (learning readiness).
Kemampuan untuk belajar menulis, membaca dan berhitung berkembang bersama dengan proses pematangan kepribadian dan kecerdasan secara keseluruhan. Kesulitan belajar sering terjadi karena anak tidak/belum memiliki taraf kematangan yang diperlukan untuk siap belajar.

 Hal ini dapat disebabkan :
a) anak memang belum mencapainya, karena masih terlalu kecil muda.
b) anak gagal mencapainya karena kelainan dalam dirinya atau karena pengaruh
lingkungannya.

Anak yang terlalu kecil, masih belum mampu untuk menerima pelajaran seperti di sekolah. Ia tidak dapat duduk tenang terlalu lama dan melaksanakan tugas yang diberikan dengan tuntas dan sempurna. Melalui proses perkembangan yang wajar, anak akan sampai pada batas kemampuan tersebut. Ada anak yang lebih cepat sampai pada taraf siap belajar, ada yang lebih lambat. Batas usia berkisar antara 41Q tahun, dengan rata-rata usia 6-7 tahun. Bila pelajaran dipaksa diberikan pada anak-anak yang belum siap, rnereka akan mengalami hal yang kurang menyenangkan berkenaan dengan belajar. Lebih lagi apabila suasana belajarnya itu menegangkan dan menakutkan. Kelak bila kesiapan belajarnya itu muncul, anak secara emosional sudah terlanjur mempunyai kesan yang kurang menyenangkan terhadap belajar, anak akan berusaha mengelak dari hal-hal yang berhubungan dengan belajar. Untuk mencegah hal ini, jangan mengajar anak dengan paksa, anak bukan objek melainkan subjek dalam proses belajar, pelajaran/metode yang diberikan adalah untuk anak, bukan anak untuk pelajaran/metode, jangan hanya mengejar target prestasi sekolah tapi pikirkanlah target prestasi yang mampu dicapai si anak.

3) Gangguan yang timbul akibat pembiasaan yang kurang menyenangkan yang berhubungan dengan proses belajar.
Anak mau belajar karena sayang dan senang, ini merupakan prinsip yang penting dalam pendidikan seorang anak.
Cara mengajar anak pada umumnya dapat menggunakan dua macam cara :
a)      dengan cara memberi hadiah (rewards), yaitu usaha belajar anak diarahkan untuk
memperoleh sesuatu yang menyenangkan bila la mau belajar atau mencapai prestasi tertentu.
b)      dengan cara memberi hukuman (punishment) bila la tidak mau belajar, yaitu usaha
belajar anak diarahkan untuk menghindar dari sesuatu yang tidak menyenangkan:

Ternyata cara a) cenderung dipertahankan lebih lama oleh anak, karena usaha belajar itu diasosiasikan dengan hal yang menyenangkan. Sebaliknya cara b) cenderung menimbulkan asosiasi yang negatif terhadap proses belajar, karena anak akan melihat guru/orang tua sebagai figur yang tidak menyenangkan. Kondisi ini bila dibiarkan akan dapat berakibat buruk, karena kesan ini akan menempel terus pada anak. Berbagai masalah emosi dan perilaku dapat muncul sebagai akibatnya, cemas, depresi, fobia sekolah dsb. Prestasi betajarnya tidak akan pernah baik, sehingga dapat
menimbulkan kesan kecerdasannya lebih rendah dari yang sebenarnya. Diperlukan intervensi dini dengan dibimbing oleh guru yang berpengalaman dan dalam suasana yang menyenangkan, untuk mengubah persepsinya tentang belajar.

4) Gangguan dalam hubungan anak dengan orang yang bermakna.
Proses beiajar merupakan proses pengolahan aktif dalam diri anak, dan terjadi daiam konteks hubungan antar manusia. Kemauan untuk belajar, yaitu untuk memperoleh ketrampilan dan kepandaian tertentu, timbul karena berbagai motif.
Salah satu adalah kebutuhan untuk identifikasi, baik dengan orang dewasa maupun dengan teman sebaya. Mekanisme psikik ini perlu diperhatikan. Di sini letak pentingnya peranan pribadi guru sebagai figur identifikasi utama di sekolah. Khususnya guru-guru kelas bermain, taman kanak-kanak dan kelas-kelas pertama sekolah dasar, merupakan figux utama yang mencerminkan `orang luar numah', dan perantara utama yang membantu dan membimbing anak memasuki `dunia luar rumah'. Hendaknya mereka itu memiliki sifat-sifat pelindung dan pembimbing, orang tua yang bijak, dan bukan sebagai oxang yang ditakuti, menuntut dan menghukum. Hubungan guru-murid harus diwarnai oleh rasa sayang dan kagum, sehingga anak mau mendengar dan mengerjakan apa yang ditugaskan guru. Ia ingin jadi seperti guru.
Pentingnya peranan teman-teman dalam proses identifikasi merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam pergaulan. Anak seringkali ingin melakukan apa yang dilakukan oleh teman sebayanya. Motif untuk bersaing antar ternan, dapat meningkatkan atau menghambat gairah belajar.
Hubungan yang kurang menyenangkan antara anak dengan orang tuanya, dapat menimbulkan permasalahan dalam proses belajar. Situasi keluarga yang kurang harrnonis, yang tidak menciptakan suasana belajar dalam rumah, juga orang tua yang terlalu ambisius dan terlalu mementingkan pelajaran sekolah, akan membuat gairah belajar anak menurun, anak akan jenuh dan kondisi ini sering menjadi arena `pertempuran' antara anak dan orang tua. Rasa kecewa dan marah terhadap orang tuanya, diekspresikan anak melalui belajar. Menurunnya prestasi belajar secara sadar atau tidak, digunakannya untuk mengecewakan orang tua.
Intervensi utama pada kasus seperti ini adalah memperbaiki hubungan orang tua-anak, melalui terapi individual untuk anak dan terapi keluarga untuk semua anggota keluarga yang terlibat dengan anak, disamping terapi remedial yang intensif.

5) Konflik-konflik intrapsikik yang dapat menghambat proses belajar dapat berupa gangguan cemas masa kanak atau remaja, gangguan depresi pada anak dan remaja. Untuk dapat belajar dengan balk, individu harus mampu memusatkan perhatian dan mengarahkan energi mentalnya pada hal-hal yang akan dipelajarinya itu. Konflik mental yang biasanya dirasakan dalam bentuk berbagai perasaan cemas, rasa salah, rasa dosa, dsb. Menyeb$abkan anak tidak mampu berkonsentrasi, daya pikir untuk belajar jadi menurun, karena sebagian besar energi mentalnya itu ditarik untuk menyelesaikan konfliknya tersebut. Diperlukan intervensi secepatnya untuk mengatasi hal ini, terutama dengan melakukan pendekatan individual.

6) Cara-cara pendidikan yang terlalu memanjakan anak dapat menimbulkan permasalahan pada emosi dan perilakunya.

Anak-anak yang terlalu dilayani dan dimanja, cenderung tidak ulet dalam usaha mencapai sesuatu. Mereka cepat meninggalkan tugas yang sulit, dan lebih banyak menuntut pemuasan segera tanpa usaha yang sungguh-sungguh.
Belajar baginya adalah sesuatu yang sangat membosankan, karena `tidak enak', `harus mikir', `capai' dsb. Mereka cenderung mengandalkan orang lain dan kurang memiliki rasa tanggung jawab.

Tipe-tipe orang tua (Michael Rutter menggambarkan adanya 4 tipe orang tua):
1.      Otoriter: orang tua yang keras dan kaku dalam mendidik anak, sehingga dapat
menimbulkan depresi pada anak.
2.      Permisif orang tua selalu menuruti kemauan anak dan Walk ada batasan yang dibuat
dalam mendidik anak, hal ini dapat mengakibatkan k;-:ntrol impuls yang buruk pada anak.
3.      Acuh tak acuh/mengabaikan: orang tua mengabailr:xn dan kurang memperhatikan
pengasuhan anaknya, kondisi ini biasanya rn_emicu timbulnya perilaku yang agresif pada anak.
4.      Timbal-balik: orang tua akan mempertimbangkan secara rasional setiap keputusan
yang diambil bersama, kondisi seperti ini akan menimbulkan rasa percaya diri pada anak.

7) Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas
Yaitu gangguan dengan gambaran utama kurangnya kemampuan memusatkan perhatian dan hiperaktif serta impulsif yang tidak sesuai dengan taraf perkembangannya. Ia sangat mudah tertarik pada banyak hal disekitarnya, sehingga ia
tidak dapat lama berkonsentrasi dan proses belajar tidak dapat berjalan dengan baik. Kondisi ini dapat di dasari oleh kecemasan, yang pada anak-anak diekspresikan melalui tingkah laku yang meningkat, terus gelisah, dan tidak dapat diam. Biasanya hal ini berhubungan dengan suatu situasi kehidupan tertentu. Sedangkan pada kondisi yang didasari oleh kelainan fisiologis otak, hiperaktivitas dan gangguan konsentrasinya tidak ada hubungan dengan situasi tertentu, jadi dapat muncul kapan saja dan dimana saja. Penanganan segera diperlukan agar anak dan lingkungannya tidak terkondisi dengan perilakunya itu. Biasanya diperlukan farmakoterapi dan terapi perilaku yang intensif.

8) Autisme masa kanak-kanak, yaitu gangguan perkembangan pada anak dengan gambaran utama adanya gangguan komunikasi verbal/non-verbal, gangguan pada interaksi sosial, sulit mengadakan kontak mata, aktivitas motorik sering meningkat tidak terkendali, gerakan yang diulang-ulang dan hampir 75% dengan retardasi mental. Permasalahan sering muncul bila masalah emosi dan perilakunya menjadi dominan, apalagi ketika anak-anak ini telah belajar di sekolah. Sering sulit untuk menilai sejauh mana kecerdasan anak tersebut, karena tertutup oleh pengaruh gejala-gejala lain yang lebih dominan.
Membutuhkan terapi yang komprehensif dan terpadu dari berbagai disiplin ilmu.

9) Gangguan emosi dan perilaku yang disebabkan oleh ketergantungan zat/obat. Permasalahan yang muncul sangat kompleks pada anak dengan masalah ini, sehingga sangat diperlukan kerjasama yang baik antara orang tua-anak dengan para terapisnya. Lingkungan yang lebih dominan dalam permasalahan ini patut mendapat perhatian khusus, sehingga tidak sampai mengganggu prestasi akademiknya.

DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR
            Sebelum menetapkan alternative pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan untuk terlebih dahulu melakukan identidikasi ( upaya mengenali gejala dengan cermat) terhadap fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda siswa tersebut.
            Dalam melaksanakan diagnostic diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas langkah-langkah tertentu yang diorientasikan pada ditemukannya kesulitan belajar jenis tertentu yang dialami siswa.
            Banyak langkah-langkah diagnostic yang ditempuh guru, antara lain yang cukup terkenal adalah prosedur Weener & Senf (1982) Sebagaimana yang dikutip wardani (1991) sebagai berikut:
  1. Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran.
  2. Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga mengalami kesulitan belajar.
  3. Mewawancarai orang atau wali siswa untuk mengetahui hal ihwal keluarga yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar.
  4. Memberikan tes diagnosik bidang lecakapan tertentu untuk mengetahui hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa.
  5. Memberikan tes kemampuan itelegensi (IQ) khususnya kepada siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar.

PENATALAKSANAAN
Anak merupakan bagian dari keluarga, ia hidup dalam keluarga. Ia tidak berdiri sendiri, ia mempunyai keterkaitan yang erat dengan semua anggota keluarga, berikut semua permasalahan yang ada. Oleh karenanya setiap permasalahan pada anak merupakan suatu tanda adanya bentuk 'permasalahan' lain dalam keluarga itu, yang mungkin belum muncul ke permukaan, sehingga sering orang tua tidak menyadari hal ini. Oleh karenanya untuk menanggulangi masalah ini diperlukan suatu pendekatan tim, yang terdiri dari tenaga medis (dokter anak, psikiater anak, dokter rehabilitasi medik), tenaga psikolog dan tenaga pendidik/remedial, ahli terapi wicara, okupasi, fisioterapis, petugas sosial.
Tergantung dari permasalahan yang muncul, maka suatu kombinasi dari cara-cara pengobatan di bawah ini perlu dipertimbangkan:
1.      Farmakoterapi: disesuaikan dengan kondisi gangguan yang ada
  • Stimulan: methylphenidate
  • Neuroleptika: misalnya Haloperidol, Risperidone.
  • Anti depresan: golongan Trisiklik anti depresan, SSRI (mis.Fluvoxamine, Fluoxetine,
  • Sertraline), RIMA (Moclobomide).
  • Anti anxietas: misalnya buspirone, hydroxyzine dihydrochloride.
2.      Psikoterapi : termasuk terapi individual, terapi keluarga, terapi kelompok.
3.      Terapi lainnya : termasuk terapi edukasi khusus, wicara, perilaku, okupasi & fisioterapi.

Pengobatan yang paling berguna untuk gangguan belajar adalah pendidikan yang secara hati-hati disesuaikan dengan individu anak. Cara seperti membatasi makanan aditif, menggunakan vitamin dalam jumlah besar, dan menganalisa sistem anak untuk trace mineral seringkali dicoba tetapi tidak terbukti. Tidak ada obat-obatan yang cukup efektif pada pencapaian akademis, intelegensi, dan kemampuan pembelajaran umum. Karena beberapa anak dengan gangguan belajar juga mengalami ADHD, obat-obatan tertentu, seperti methylphenidate, bisa meningkatkan perhatian dan konsentrasi, meningkatkan kemampuan anak untuk belajar.


KESIMPULAN

Kesulitan Belajar atau “Learning Disabilities, LD” adalah hambatan/gangguan belajar pada anak dan remaja yang ditandai oleh adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf intelegensi dan kemampuan akademik yang seharusnya dicapai. Hal ini disebabkan oleh gangguan di dalam sistem saraf pusat otak (gangguan neurobiologis) yang dapat menimbulkan gangguan perkembangan seperti gangguan perkembangan bicara, membaca, menulis, pemahaman, dan berhitung. (National Institute of Health, USA Learning Disabilities Association of America )
Gangguan belajar pada anak merupakan suatu gangguan yang sangat kompleks baik penyebab maupun penanganannya. Untuk ini diperlukan satu tim terpadu, yang terdiri dari tenaga medis (dokter anak, psikiater anak, dokter rehabilitasi medik), psikolog, terapis wicara, terapis okupasi, fisioterapis dan tenaga pendidik/remedial yang dapat mengatasi permasalahan gangguan belajar ini secara komprehensif dan terpadu.






DAFTAR PUSTAKA

Syah, Muhibbin, 2007. Psikologi belajar. Edisi 1.  Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Modul Anak Berkebutuhan Khusus – materi perkuliahan. Fakultas Psikologi UIR.
Modul Psikologi Pendidikan Semester1. Fakultas Psikologi UIR.
http;//Gangguan%20belajar%20“disleksia”%20-%20Feature%20-%20Artikel%20-
%20Parenting%20Indonesia.mht.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar