P R E V I E W
Para Humanis menolak apa yang
mereka lihat sebagai tekanan-tekanan mekanistik dan dehumanisasi terhadap
pendekatan-pendekatan tradisional dalam psikologi pendidikan. Mereka menghimbau untuk mengadopsi
sikap, konsep, dan pendekatan baru dalam bidang ini. Dalam bab ini kita menguraikan karakteristik
pokok dari pendekatan- pendekatan Humanistik tentang pemahaman dalam
pengajaran. Hal paling utama adalah bahwa humanisme, behaviorisme, dan kognitifisme
dapat saling dicocokkan. Para guru dapat melakukan segala hal yang baik, yang
mana humanisme menegaskan dan masih menggunakan pengetahuan yang ditawarkan
oleh pendekatan-pendekatan lain.
F O K U S
P E R T A N Y A A N
¨
Bagaimana Humanisme berbeda dari pendekatan - pendekatan lainnya?
¨
Apakah prinsip- prinsip dari teori Carl Rogers?
¨
Apa itu pendidikan Humanistik?
¨
Apa yang dimaksud dengan kelas terbuka?
¨
Apakah strategi- strategi utama dalam pembelajaran
kooperatif?
A. P S I K O L O G I H U M A N I S T I K
Psikologi Humanistik
berkenaan dengan keunikan, individualitas, humanitas dari tiap pribadi. Di
dalam banyak terminologi manusia, Humanisme didasarkan pada pengamatan yang
mendasar, walaupun kita mungkin menyerupai satu sama lain dalam banyak hal,
tapi masing-masing dari kita agak berbeda dari
yang lain. Keunikan kita adalah “diri” kita. Dan diri adalah konsep
paling utama di dalam Psikologi Humanistik.
Psikologi Humanistik:
salah satu cabang dari psikologi yang memberi perhatian utama terhadap
pengembangan diri dan keunikan individu.
Kadang-kadang dikenal sebagai psikologi kekuatan ketiga; selain dua kekuatan
lain yaitu Behaviorisme dan Teori Freud.
Psikologi Humanistik
mempunyai basis di dalam filsafat - khususnya dalam filsafat eksistensial dari
para penulis seperti Jean- Paul Sartre. ( Lihat Contat, 1974; Martin
Buber, 1958, 1965; dan Karl
Jaspers, 1962, 1963.) Para ahli filsafat ini ingin tahu tentang tujuan dan
sifat serta eksistensi manusia (eksistensialisme). Mereka sangat memperhatikan
apa artinya menjadi manusia dan bagaimana manusia tumbuh dan mengekspresikan
dirinya pada setiap individu.
Eksistensialisme:
Salah satu Perubahan filosofis yang dicirikan oleh suatu kesenangan akan
eksistensi. Para ahli filsafat eksistensial sering menguraikan kondisi manusia
yang berkenaan dengan penundaan, kesunyian, keputus-asaan, dan pengasingan.
Perasaan-perasaan ini diasumsikan untuk bangkit dari ketiadaan pengetahuan
tertentu kita tentang asal-asul dan hari akhir kita. Karenanya bernama eksistensialisme,
merupakan kenyataan yang dapat dikenal yakni eksistensi.
1.
Humanisme vs Pandangan- pandangan lain dalam Psikologi
Apakah ini juga
berkenaan dengan psikologi Humanistik. Ini menjelaskan mengapa para humanis
tidak selalu bahagia dengan keasyikan dan perhatian terhadap ilmu pengetahuan.
Para humanis menyatakan dengan tegas, Ilmu pengetahuan cenderung
mendehumanisasi (tidak berprikemanusian) pada orang lain. Hal ini kurang dalam
penyamarataan dan generalisasi; nampaknya, hanya untuk yang bersifat umum dan
dapat diramalkan. Dan mengabaikan hal-hal yang bersifat pribadi dan individual
serta yang unik. Sebagian besar, karena secara historis hal ini telah
bertentangan antara pendekatan- pendekatan humanisme dan behavioristik atau
kognitif. Pertentangan tersebut merefleksikan orientasi- orientasi yang secara
fundamental berbeda dalam hal sikap dan keyakinannya terhadap manusia.
Singkatnya, apa yang
ditolak oleh humanis adalah apa yang mereka lihat sebagai orientasi teknologi
terhadap pendekatan-pendekatan seperti behaviorisme. Dalam formatnya yang
paling ekstrim, orientasi teknologi ini menyatakan bahwa proses-proses
pengajaran tertentu bisa diidentifikasi, kalau yang digunakan tipe siswa yang
satu untuk jenis konten yang satu pula, akan memberikan hasil yang dapat
diprediksi dalam pencapaian yang spesifik, sebelumnya diidentifikasi, dan
tujuan yang dimaksudkan sangat jelas. Para humanis menolak dengan keras
pada orientasi proses- produk ini.
Seperti yang Shulman (1986) amati, mereka melihat ini sebagai fokus yang
terlalu bergantung pada teknik- teknik yang ”harus” dipraktekkan oleh para guru
dan terlalu banyak penekanan pada hasil yang diukur dari proses pengajaran/
pembelajaran, terutama yang berkenaan dengan perolehan test- test yang
distandarisasi. Para humanis diingatkan bahwa kesimpulan dan rekomendasi dari
proses- penelitian produk telah sering digunakan oleh otoritas-otoritas sekolah
sebagai salah satu dasar untuk mengevaluasi sistem persekolahan, para guru, dan
pengajaran. Tekanan-tekanan tradisional
pada gaya pengajaran dan hasil-hasil pengajaran, (catatan Ornstein,
1993a), mengabaikan aspek Humanistik tentang pengajaran.
TEORI HUMANISTIK
ROGERS
Sebagai bentuk
pengenalan mengenai humanisme, awalnya kita lihat pada ringkasan Carl Rogers
yang berhubungan dengan personality dan behavior; kemudian kita menguji
beberapa pendekatan terhadap pendidikan yang mencerminkan orientasi Humanistik.
(diantaranya Rogers yang merupakan ahli teori paling berpengaruh
di area ini; Abraham Maslow, Humanis penting lainnya, akan dibahas dalam
Bab 11.)
Carl
Rogers awalnya adalah psikoterapis terkemuka. Perhatian utamanya adalah pada
pemahaman kepribadian manusia untuk memahami bagaimana hal itu bisa diubah,
bagaimana kebahagiaan hidup kembali dari kesedihan (Rogers: 1957).
Teorinya muncul sebagai reaksi terhadap pendekatan populer lainnya dalam terapi
seperti Behaviorisme dan teori Freud. Rogers merasakan betul bahwa pendekatan
ini sedikit lebih jauh dari humanisasi yang seharusnya mereka lakukan, catatan Becvar
dan Becvar (1997).
Tulisan Rogers tidak
didasarkan pada data objektif yang banyak sebagai jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan tentang apa yang individu pikirkan tentang dunia. Bagaimana perasaan
mereka? Bagaimana hubungan mereka dengan yang lainnya? Kondisi apa yang
menjadikan mereka berubah? Teori Rogers berlanjut sampai pada pengaruh
psikoterapi dan konseling. Hal tersebut juga ditawarkan bagi para guru mengenai
pendekatan berbeda dalam komunikasi dengan siswa mereka. Dalam perkataan dari
putri Rogers, Natalie,”...Dia membuktikan dugaan bahwa keamanan, lingkungan
yang mendukung masing-masing orang (termasuk anak-anak) terhadap alur diri,
penemuan, penghargaan dan diarahkan pada belajar " ( Rogers & Freiberg,
1994, p. iii).
1.
Istilah-Istilah Utama dalam
Teori Rogers
Terminologi berbeda
digunakan untuk menguraikan berbagai
penekanan dari teori Rogers. Label yang biasanya digunakan, client-
centered therapy (juga person- centered therapy), menguraikan
beberapa aspek sistem. Ini menandai, pertama, bahwa teori adalah satu terapi;
yaitu, dirancang berguna bagi konselor yang berhubungan dengan
permasalahan emosional dan tingkah laku. Kedua, label ini menyoroti perbedaan
utama pendekatan ini dengan pendekatan lain dalam konseling, yakni, ini
menunjukkan bahwa prosedur-prosedur konseling berputar di sekitar setiap
individu. Hal itu mengusulkan client- centered berlawanan dengan terapi direktif.
Peran konselor dalam terapi client- centered tidak ditekankan; Ahli terapi, memberi
nasihat atau pemecahan permasalahan klien, yang dibentuk sedemikian rupa
sehingga klien sendiri yang menggambarkan permasalahan mereka, bereaksi kepada
mereka, dan bertindak terhadap solusi mereka. (Proses ini sebenarnya lebih
kompleks dibandingkan yang nampak dari pernyataan- pernyataan terdahulu; lihat Rogers, 1951, 1957.)
Terapi c1ient-
centered: tipe tentang hubungan pasien - konselor. Konselor (terapis atau
psikiatris) tidak secara direktif menceritakan klien bagaimana mereka perlu
bertindak melainkan mencoba untuk mengijinkan pasien untuk mengekspresikan diri
mereka dan menemukan cara mereka sendiri dengan perilaku mereka sendiri.
Pendekatan terapi ini secara umum berbandingan dengan terapi direktif.
Diistilahkan juga terapi person- centered.
Konseling: Tindakan memberi
nasihat.
Terapi direktif: tipe tentang
hubungan klien – konselor dimana konselor bertanggung jawab utama untuk
mengarahkan perilaku klien.
Istilah umum yang kedua dalam teori Rogers adalah fenomenologi,
satu istilah yang menandakan perhatian terhadap dunia yang dirasa oleh
individu, bukannya apa dunia itu sebenarnya. Para guru dan konselor tidak
mengetahui betul pribadi setiap individu, dunia secara fenomenologi, catatan
Rogers. Tetapi menjadi efektif, yakni mereka harus mencoba memahami. Maka,
empati adalah karakterteristik penting dari pendidik humanistik manapun (Bozarth,
1997).
Fenomenologi:
pendekatan yang terkait utama dengan bagaimana individu memandang dunia mereka
sendiri. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap individu merasa dan bereaksi
terhadap dunia dalam suatu cara yang unik dan ini merupakan fenomenologi
pandangan dunia adalah penting untuk memahami perilaku individu.
Label Rogers yang
ketiga adalah humanisme. Humanisme dalam literatur, filosofi, dan
psikologi menurut sejarah terkait dengan nilai manusia, individualitas, dan hak
setiap individu untuk menentukan tindakannya. Maka, pengembangan potensi
manusia cenderung dinilai tinggi, sedangkan pencapaian tujuan materi tidak
ditekankan. Dengan begitu, Rogers menguraikan aktualisasi diri sebagai akhir
dari semua yang manusia kerjakan. Dorongannya terhadap terapi client-
centered juga dapat dipertukarkan dengan penekanan para humanis dalam
determinasi pribadi. Sesungguhnya, pertanyaan tentang determinasi pribadi
berlawanan dengan kontrol eksternal, bersamaan dengan pertimbangan permasalahan
secara praktis dan etis tentang penerapan pengetahuan behavior, sebagai subjek
debat terkenal antara Rogers dan Skinner (1956).
Humanisme: Satu orientasi psikologis dan filosofis terutama terkait
dengan humanitas - yaitu, nilai- nilai sebagai individu dan proses- proses yang
dipertimbangkan untuk membuat kita lebih manusiawi.
Aktualisasi diri: Proses atau tindakan
menjadi dirinya, pengembangan kemampuan diri, keberhasilan seseorang sebagai
kesadaran dari identitas seseorang; pemenuhan diri. Istilah ini adalah inti
dari psikologi Humanistik.
2.
Debat Kontrol
Perilaku: Rogers vs Skinner
Isu utama dalam debat
ini menekankan tentang aplikasi teknik kontrol behavior untuk kontrol pribadi
dalam kelompok sosial, untuk prosedur pendidikan, dan untuk pemerintahan. Skinner
mengekspresikan perhatiannya bahwa gagasan dan prosedur nonscientific
mengaburkan pikiran kita tentang tentang tingkah laku manusia. Ia membantah
keras penerapan ilmiah secara terbuka, teknik-teknik behavioristik, dari
kontrol positif ke arah perbaikan masyarakat - dan pada waktu yang sama,
menunda banyak teknik-teknik kontrol berlawanan yang begitu luas digunakan. (
Topik-topik ini adalah basis dari novelnya 1948, Walden II, masyarakat
fiktif berkembang melalui aplikasi teknologi tingkah laku.)
Tetapi, klaim Rogers,
Skinner meremehkan masalah kekuatan dengan membuat asumsi salah dari teknik
pengawasan sosial yang akan digunakan dalam masyarakat. Lebih lanjut, Skinner
gagal menetapkan siapa yang akan mengontrol masyarakat, siapa yang akan
dikontrol, dan apa tujuan untuk teknologi behavior sebenarnya. Rogers
membubarkan klaimnya skinner bahwa jika para ilmuwan behavior mengadakan
percobaan dengan masyarakat, ”secepatnya praktek-praktek yang membuat kekuatan
terbesar kelompok biologi dan psikologi kiranya akan bertahan" (Skinner,
1955, p. 549). Sebagai gantinya Rogers membantah bahwa tujuan masyarakat
harus terkait terutama dengan proses ”menjadi,” menuju keberhasilan nilai dan
martabat, menjadi kreatif - singkatnya,
dengan proses aktualisasi diri.
Debat ini memecahkan
tidak ada isu; Itu hanya menunjukkan konflik pokok antara mereka yang menyukai
kontrol manusia (untuk keuntungan kita) melalui aplikasi bijaksana pengetahuan behavior dan mereka yang percaya
bahwa ilmu pengetahuan tidak seharusnya digunakan untuk perubahan atau
mengontrol kita tetapi hanya meningkatkan kapasitas kita untuk mengontrol dan
determinasi diri sendiri.
3.
Prinsip-Prinsip Teori
Rogers
Di Dalam Bab 11 dari
terapi Client-Centered (1951), Rogers menyajikan tanggung jawab yang
terintegrasi dari posisinya dalam wujud 19 dalil (lihat juga Rogers,
1992, cetakan ulang dari artikel 1957). Kebanyakan gagasan berlanjut sampai
hari ini yang mendasari praktek-praktek konseling Rogers dan aplikasi
Humanistik bagi pendidikan (Kirschenbaum, 1991). Gagasan paling utama
yang diringkas disini (lihat juga Tabel 7.1). Pemahaman prinsip ini penting
untuk pemahaman dasar dalam berbagai pendekatan sampai pendidikan Humanistik
diuraikan kemudian dalam bab ini.
·
Dunia kita adalah
Tersendiri, Fenomenologis. Salah satu
pernyataan tegas yang paling fundamental dari para ahli fenomenologi adalah
bahwa setiap individu adalah pusat
pengalaman pribadi menuju perubahan dunia secara terus- menerus. Hal ini
untuk mengenali dua fitur fungsi manusia yang penting untuk guru.
Pertama, itu berimplikasi bagi siapapun, aspek penting
lingkungan adalah pribadi.
Kedua, prinsip ini menyarankan tidak hanya bahwa fenomenologi
dunia bagi indvidu adalah bersifat pribadi tetapi juga bahwa itu tidak pernah
sepenuhnya dikenal oleh yang lain. Pertimbangkan, sebagai contoh, keluhan
sederhana anak pada ibunya setelah bangun dari mimpi buruk: " Mama, saya
takut." Ketakutan anak menyatakan adalah satu aspek penting dan nyata dari
dunianya, dan ibu nya boleh menggunakan memori ketakutan masa lampaunya untuk
membayangkan apa yang dirasakan anaknya. Tetapi dia tidak mengetahui betul
ketakutan anaknya. Fenomenologi dunia tidak pernah dapat dibagi bersama secara
penuh.
Kepercayaan implisit
dalam prinsip pertama ini - secara rinci berarti pribadi dan tidak bisa secara
penuh dibagi – merupakan pusat bagi pendekatan konstruktifistik bagi
pendidikan.
Karakteristik Utama dari Kepribadian Manusia
menurut Rogers (1951)
Prinsip
|
Klarifikasi
|
1.
Dunia kita adalah privasi; kenyataan adalah fenomenologikal
2.
Perilaku dapat dipahami hanya dari segi pandangan individual
3.
Tujuan dari eksistensi manusia adalah aktualisasi diri
4. Kita
membangun diri kita sendiri.
5.
Perilaku-perilaku konsisten dengan ide atau gagasan diri.
|
Aspek penting dari kenyataan ditemukan dalam pengalaman
dunia pribadi. Kenyataan kemudian dengan sepenuhnya bersifat Indidualistik.
Mereka dapat dirasakan tetapi tidak diketahui orang lain
Pengalaman pribadi kita menentukan realitas kita.
Karena perilaku terjadi dalam konteks realitas personal, cara terbaik untuk
memahami perilaku seseorang adalah mencoba untuk mengadopsi pandangannya;
karenanya, humanisme menekankan pentingnya komunikasi terbuka dan empati
Masing-masing dari kita mempunyai tendensi dasar untuk
bekerja keras secara komplit, sehat,
kompetensi individu melalui suatu proses yang ditandai oleh penguasaan
diri, pengaturan diri, otonomi
Kita menemukan siapa diri kita pada dasarnya dari
pengalaman, kepercayaan dan nilai bahwa kita menyertakan kedalam konsep diri
kita dari informasi yang disajikan oleh orang-orang yang berkomunikasi kepada
kita tentang apakah kita
Secara umum, kita memilih perilaku-perilaku yang tidak
kontradiksi dengan siapa dan apa yang kita pikir tentang kita
|
Pendekatan
Konstruktivis: label umum untuk metode instruksional adalah learner-
centered dan merefleksikan kepercayaan bahwa informasi yang bermakna
dikonstruksi oleh para siswa dibandingkan yang diberikan ke mereka. Seringkali
dibandingkan dengan direct instruction, pendekatan konstruktivis
direfleksikan dalam discovery learning, masa magang teori, dan
pendekatan Humanistik dalam mengajar.
·
Perilaku dapat
dipahami hanya dari Perspektif Individual. Kita bereaksi
terhadap dunia sebagaimana yang kita alami dan rasakan; itu kenyataan. Apa yang
kita rasakan, dilabelkan phenomenal field, menyusun kesadaran dengan
segera. Dan karena bidang ini digambarkan dalam pengalaman pribadi individu,
kenyataan juga adalah privasi. Oleh karena itu, kenyataan bagi seseorang
bukanlah kenyataan bagi yang lainnya. Seorang siswa yang menyukai gurunya,
bukan masalah bagaimana guru itu bagi para siswa lainnya, sudahkah seorang guru
menyenangkan dalam phenomenal field - dan perilakunya terhadap gurunya
akan merefleksikan kenyataan. Inilah alasan mengapa penting untuk seorang guru
memahami bahwa para siswa merasa dunia mereka dengan cara berbeda. Jika para
guru lebih dekat memahami siswa mereka, mereka harus mencoba untuk mengadopsi
pandangan mereka. Ini bukanlah kejadian dimana guru yang nampaknya memahami
siswa yang terbaik adalah seringkali digambarkan sebagai empathetic
(mampu merasakan bagaimana perasaan orang lain). Sesungguhnya, empati adalah
salah satu karakteristik paling utama dari kesuksesan terapis Rogers (Parse,
1998).
Bidang fenomenal:
merasakan, persepsi, dan kesadaran bahwa setiap individu telah diberikan di
setiap moment.
·
Tujuan dari Eksistensi
Manusia adalah Aktualisasi Diri.
Salah satu cara untuk mendefinisikan Aktualisasi Diri adalah harus
mengatakan bahwa hal itu melibatkan apapun juga melalui aktivitas yang
ditentukan sendiri (Maslow, 1970). Dengan kata lain, untuk
diaktualisasikan harus menjadi aktual atau nyata, untuk mengembangkan kemampuan
diri.
Rogers menjelaskan, Aktualisasi Diri, merupakan proses directional dalam dua
pengertian: Pertama, hal itu menuju ke arah pengembangan, peningkatan
kompetensi, kelangsungan hidup, reproduksi, dan seterusnya.
Secara ringkas, Rogers
percaya bahwa manusia mempunyai bagian dalam diri (inner), pengarahan untuk
fungsi pengembangan diri, kompetensi , dan kreatif. Hal ini adalah dasar untuk
memahami pandangan humanis dari orang-orang sebagai sesuatu esensi bagus dan
selamanya bekerja keras ke arah status yang lebih baik.
·
Kita Membangun Diri Kita Sendiri.
Dua sumber informasi
penting yang berhubungan dengan pengembangan diri. Pertama adalah pengalaman
langsung anak- anak – pengalaman menjadi yang dicintai dan diinginkan dan
perasaan baik sebagai hasilnya, pengalaman-pengalaman menyakitkan konsekuensi
perwujudannya adalah diri kita tidak suka disakiti. Pengalaman-pengalaman ini
langsung mendorong kearah pengembangan kesadaran diri.
Anak- anak juga
mengalami kejadian tidak langsung dengan diri mereka, sering dengan berbagai
hal yang diberitahu ("Kamu begitu cerdas, Guy. Anak yang baik").
Pengalaman ini menyokong juga untuk pengembangan diri. Pengalaman seperti ini
melatih dugaan positif diri. Tetapi umpan balik negatif (seperti nilai kelas
yang rendah atau suara galak orang- orang ketika kamu mengatakan sesuatu, seperti
”punyaku, punyaku, lihat hidung anak kambing itu, maukah anda!”) dapat
mendorong kearah konsep diri negatif.
4.
Evaluasi Fenomenologi
Rogers
Banyak aspek penting
dari pandangan-pandangan Rogers dari behavior nampaknya benar. Ini nampak jelas bahwa masing-masing
individu merasa dunia dalam satu cara yang tidak dialami orang lain. Ini juga
nampak jelas, untuk memahami yang lain, mungkin saja berguna untuk mengadopsi
pandangan mereka. Bagaimanapun, beberapa aspek dari dalil-dalil ini tidak
begitu jelas. Khususnya, makna istilah aktualisasi diri tidak selalu jelas.
Pendekatan Rogers
adalah jelas subjektif dan tidak sangat ilmiah. Yaitu, tidak didasarkan pada
penelitian seksama. Meskipun demikian, berjasa untuk kemajuan ilmu pengetahuan
bisa dipertimbangkan; sangat bersifat spekulatif kadang-kadang menghasilkan
gagasan penuh keberhasilan. Teori ini telah dipunyai, dan berlanjut, berdampak
luar biasa terhadap konseling dan pengajaran (Ryan, Hawkins,
& Russell, 1992; Parse, 1998).
Sebagai salah satu
alternatif terhadap teknologi Behavioristik Skinner, Rogers mengusulkan lima
model untuk mengontrol perilaku manusia (Rogers & Skinner,
1956, pp. 1063-1064):
§
Hal ini memungkinkan kita memilih untuk menilai humanitas
sebagai proses aktualisasi diri – dan juga menghargai kreativitas dan proses
kita memperoleh pengetahuan.
§
Ilmu pengetahuan dapat membantu kita untuk menemukan
kondisi yang didorong kearah pengembangan proses dan dapat menyediakan cara
yang lebih baik menuju keberhasilan.
§
Hal ini memungkinkan individu atau kelompok membentuk
kondisi untuk pertumbuhan tanpa memilih kekuatan kontrol eksternal. Pengetahuan
yang ada menyatakan bahwa satu- satunya otoritas para guru memerlukan otoritas
untuk menetapkan kualitas tertentu dari hubungan antar pribadi.
§
Individu menunjukkan ke kondisi-kondisi ini menjadi lebih
bertanggung jawab, mendapat kemajuan dalam aktualisasi diri, dan menjadi lebih
fleksibel dan lebih adaptif kreatif.
§
Pilihan nilai-nilai Humanistik ini akan mendorong
kepermulaan sistem sosial dimana nilai-nilai, pengetahuan,
ketrampilan-ketrampilan adaptip, dan bahkan konsep ilmu pengetahuan akan secara
terus menerus berubah dan tumbuh.
Carl
Ransom Rogers lahir pada tanggal 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinios, Chicago. Rogers meninggal dunia pada tanggal 4
Pebruari 1987 karena serangan jantung.
Latar
belakang: Rogers
adalah putra keempat dari enam bersaudara. Rogers dibesarkan dalam keluarga yang
berkecukupan dan menganut aliran protestan fundamentalis yang terkenal keras,
dan kaku dalam hal agama, moral dan etika. Rogers terkenal sebagai seorang tokoh
psikologi humanis, aliran fenomenologis-eksistensial, psikolog klinis dan
terapis, ide - ide dan konsep teorinya banyak didapatkan dalam pengalaman
-pengalaman terapeutiknya
Ide
pokok dari teori - teori Rogers
yaitu individu memiliki kemampuan dalam diri sendiri untuk mengerti diri,
menentukan hidup, dan menangani masalah - masalah psikisnya asalkan konselor
menciptakan kondisi yang dapat mempermudah perkembangan individu untuk
aktualisasi diri.
Menurut
Rogers motivasi orang yang sehat adalah aktualisasi diri. Jadi manusia yang
sadar dan rasional tidak lagi dikontrol oleh peristiwa kanak - kanak seperti
yang diajukan oleh aliran freudian, misalnya toilet trainning, penyapihan
ataupun pengalaman seksual sebelumnya.
Rogers lebih
melihat pada masa sekarang, dia berpendapat bahwa masa lampau memang akan
mempengaruhi cara bagaimana seseorang memandang masa sekarang yang akan
mempengaruhi juga kepribadiannya. Namun ia tetap berfokus pada apa yang terjadi
sekarang bukan apa yang terjadi pada waktu itu.
Aktualisasi diri adalah proses
menjadi diri sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi -potensi
psikologis yang unik. Aktualisasi diri akan dibantu atau dihalangi oleh
pengalaman dan oleh belajar khususnya dalam masa kanak - kanak. Aktualisasi
diri akan berubah sejalan dengan perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai
usia tertentu (adolensi) seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri
dari fisiologis ke psikologis.
Rogers dikenal
juga sebagai seorang fenomenologis, karena ia sangat menekankan pada realitas
yang berarti bagi individu. Realitas tiap orang akan berbeda - beda tergantung
pada pengalaman - pengalaman perseptualnya. Lapangan pengalaman ini disebut
dengan fenomenal field. Rogers
menerima istilah self sebagai fakta dari lapangan fenomenal tersebut.
Konsep diri menurut Rogers adalah
kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku dan
membedakan aku dari yang bukan aku. Konsep diri ini terbagi menjadi 2 yaitu konsep
diri real dan konsep diri ideal. Untuk menunjukkan apakah kedua konsep diri
tersebut sesuai atau tidak, Rogers
mengenalkan 2 konsep lagi, yaitu Incongruence dan Congruence. Incongruence
adalah ketidakcocokan antara self yang dirasakan dalam pengalaman aktual
disertai pertentangan dan kekacauan batin. Sedangkan Congruence berarti situasi
di mana pengalaman diri diungkapkan dengan seksama dalam sebuah konsep diri
yang utuh, integral, dan sejati.
Setiap
manusia memiliki kebutuhan dasar akan kehangatan, penghargaan, penerimaan,
pengagungan, dan cinta dari orang lain. Kebutuhan ini disebut need for positive
regard, yang terbagi lagi menjadi 2 yaitu conditional positive regard
(bersyarat) dan unconditional positive regard (tak bersyarat).
Rogers
menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya adalah pribadi yang mengalami
penghargaan positip tanpa syarat. Ini berarti dia dihargai, dicintai karena
nilai adanya diri sendiri sebagai person sehingga ia tidak bersifat defensif
namun cenderung untuk menerima diri dengan penuh kepercayaan.
Lima sifat khas orang yang berfungsi sepenuhnya
(fully human being):
1.
Keterbukaan pada pengalaman .Orang yang berfungsi
sepenuhnya adalah orang yang menerima semua pengalaman dengan fleksibel
sehingga selalu timbul persepsi baru. Dengan demikian ia akan mengalami banyak
emosi (emosional) baik yang positip maupun negatip.
2.
Kehidupan Eksistensial .Kualitas dari kehidupan
eksistensial dimana orang terbuka terhadap pengalamannya sehingga ia selalu
menemukan sesuatu yang baru, dan selalu berubah dan cenderung menyesuaikan diri
sebagai respons atas pengalaman selanjutnya
3.
Kepercayaan terhadap organisme orang sendiri
.Pengalaman akan menjadi hidup ketika seseorang membuka diri terhadap
pengalaman itu sendiri. Dengan begitu ia akan bertingkah laku menurut apa yang
dirasanya benar (timbul seketika dan intuitif) sehingga ia dapat
mempertimbangkan setiap segi dari suatu situasi dengan sangat baik.
4.
Perasaan Bebas .Orang yang sehat secara psikologis
dapat membuat suatu pilihan tanpa adanya paksaan - paksaan atau rintangan -
rintangan antara alternatif pikiran dan tindakan. Orang yang bebas memiliki
suatu perasaan berkuasa secara pribadi mengenai kehidupan dan percaya bahwa
masa depan tergantung pada dirinya sendiri, tidak pada peristiwa di masa lampau
sehingga ia dapat meilhat sangat banyak pilihan dalam kehidupannya dan merasa
mampu melakukan apa saja yang ingin dilakukannya.
5.
Kreativitas .Keterbukaan diri terhadap pengalaman
dan kepercayaan kepada organisme mereka sendiri akan mendorong seseorang untuk
memiliki kreativitas dengan ciri - ciri bertingkah laku spontan, tidak
defensif, berubah, bertumbuh, dan berkembang sebagai respons atas
stimulus-stimulus kehidupan yang beraneka ragam di sekitarnya.
Kelemahan atau kekurangan
pandangan Rogers terletak pada perhatiannya
yang semata - mata melihat kehidupan diri sendiri dan bukan pada bantuan untuk
pertumbuhan serta perkembangan orang lain. Rogers berpandangan bahwa orang yang
berfungsi sepenuhnya tampaknya merupakan pusat dari dunia, bukan seorang partisipan
yang berinteraksi dan bertanggung jawab di dalamnya.
Selain
itu gagasan bahwa seseorang harus dapat memberikan respons secara realistis
terhadap dunia sekitarnya masih sangat sulit diterima. Semua orang tidak
bisa melepaskan subyektivitas dalam memandang dunia karena kita sendiri tidak
tahu dunia itu secara obyektif.
Rogers juga
mengabaikan aspek - aspek tidak sadar dalam tingkah laku manusia karena ia
lebih melihat pada pengalaman masa sekarang dan masa depan, bukannya pada masa
lampau yang biasanya penuh dengan pengalaman traumatik yang menyebabkan
seseorang mengalami suatu penyakit psikologis.
Falsafah
Client-Centered CounselingClient Centered Counseling (disingkat CCC) sering
disebut sebagai konseling non direktif.
Pencetus
teknik konseling ini adalah Carl Rogers. Sebelum membahas lebih jauh, penulis
akan memaparkan terlebih dahulu falsafah yang mendasari munculnya teknik CCC
ini. Ada lima falsafah yang
melatarbelakangi munculnya Client Centered Counseling
a. setiap
manusia berhak mempunyai pandangan-pandangannya sendiri, menentukan haluan
hidupnya sendiri, dan mengejar kepentingannya sendiri. falsafah yang pertama
ini mengandung tiga hal. Setiap manunisa
berhak mempunyai pandangan-pandangannya sendiri berati bahwa pandangan
seseorang tidak harus sama dengan pandangan-pandangan orang lain. Setiap
orang berhak menentukan apa yang dianggap baik menurut dirinya, dan apa
yang dianggap tidak baik menurut dirinya. Jadi, tidak ada yang berhak melarang
orang lain memiliki pandangan yang berbeda. Selanjutnya, setiap orang berhak
menentukan haluan hidupnya sendiri. Seseorang mau menjadi apa, dia berhak untuk
memutuskan sendiri. Orang lain tidak berhak ikut campur tangan. Kemudian,
setiap orang berhak mengejar kepentingannya sendiri. Kita tahu bahwa
kepentingan masing-masing orang dalam hidup ini tidak sama. Orang lain tidak
berhak melarang seseorang yang sedang mengejar kepentingannya. Misalnya, suatu
hari hampir semua orang dalam satu kampung ingin melakukan darma wisata.
Sementara di hari yang telah ditentukan itu, ada satu orang yang ingin
mengikuti tes masuk pekerjaan sehingga tidak bisa ikut darma wisata. Orang
sekampung tersebut tidak berhak melarang satu orang yang ingin mengikuti tes
masuk pekerjaan tersebut, karena satu orang tersebut memiliki kepentingan yang
menurut dia lebih penting.
b. sebenarnya
setiap manusia berakhlak baik, jika menjadi tidak baik perbuatannya itu bukan
merupakan cerminan hati nuraninya tetapi karena dia ingin membela diri. Kita
perhatikan tiga frase dalam falsafah tersebut, yaitu:
(1)
berakhlak baik,
(2)
hati nurani, dan
(3)
membela diri.
Ini
berarti bahwa jika seseorang berbuat tidak baik, dia masih bisa kita tolong
menjadi kembali baik. Caranya dengan mengembalikan dirinya kepada apa kata hati
nuraninya. Ini bukan tugas yang mudah, karena dibutuhkan pemahaman yang tinggi
dari konselor. Konselor yang tidak mampu memahami klien akan cepat marah ketika
melihat klien berbuat tidak baik.
c. di dalam
diri setiap manusia terdapat kecenderungan untuk mengembangkan diri secara
maksimal (actualizing tendency). Setiap orang, tanpa kecuali, menginginkan agar
hari ini lebih baik daripada hari kemarin. Hari esok lebih baik daripada hari
ini. Hari kemarin tidak bisa, maka hari ini harus bisa, dan esok harus lebih
bisa. Itulah keinginan setiap orang. Kecenderungan tersebut diharapkan secara
maksimal, artinya tidak sekedar berkembang, tetapi berkembang hingga batas yang
paling atas. Anak kecil ingin bisa hebat seperti ayahnya atau ibunya. Anak
remaja ingin menjadi menguasai berbagai keterampilan. Orang dewasa ingin
menjadi pemimpin, ingin menjadi kaya raya, ingin memiliki pangkat atau jabatan
yang tinggi.
d. cara
individu memecahkan masalahnya selalu sesuai dengan pandangan-pandangannya
sendiri. Tidak percaya??? Kumpulkan sepuluh orang yang memiliki masalah yang
sama, misalnya kesulitan ekonomi. Apakah kesepuluh orang tersebut memecahkannya
dengan cara yang sama? Tidak. Masing-masing memecahkannya sesuai dengan
pandangan-pandangannya sendiri. Pandangan-pandangan sendiri sering disebut
sebagai dunia subjektif, atau phenomenal field. Artinya, suatu alam pikiran,
alam perasaan, kebutuhan, dan keinginan yang hanya dapat dimengerti dan
dihayati oleh yang bersangkutan; dan dimanfaatkan untuk melakukan evaluasi
dirinya dan mengevaluasi dunia luar dirinya. Orang lain sulit memahami dunia
subjektif, tetapi konselor wajib berusaha memahaminya agar bantuan pemecahan
masalah dapat sesuai.
e. seseorang mengalami masalah karena di dalam
dirinya ada pertentangan antara the ideal self dan the real self. The ideal
self adalah apa yang diinginkan, sedangkan the real self adalah apa yang
menjadi kenyataan. Jika antara the ideal self dan the real self itu ada
persamaan, seseorang tidak mengalami masalah. Sebagai contoh, seorang pemuda
memiliki rencana menikah pada usia di bawah dua lima, agar kelak setelah menginjak usia lima puluhan semua
anaknya sudah besar. Tetapi hingga usia tiga puluh belum ada wanita yang mau
dinikahinya. Di sini ada pertentangan antara the ideal self (mau nikah muda)
dan the real self (belum dapat jodoh). Dia mengalami kekhawatiran jangan-jangan
kelak pada usia lima
puluh anak-anaknya masih balita. Dia takut jangan-jangan dia meninggal tatkala
anaknya belum dewasa.
Mengapa
CCC disebut Non-Direktif? Direktif artinya bersifat ada pengarahan, non
direktif artinya bersifat tidak ada pengarahan. Tidak ada pengarahan artinya
urut-urutan proses konseling tidak ditentukan oleh konselor, tetapi oleh klien.
Klien
bebas memulai pembicaraan dari mana saja. Konselor mengikuti saja apa maunya
klien. Peran konselor sebagai fasilitator agar klien bisa mengekspresikan
seluruh perasaannya, seluruh isi pikirannya. Yang paling tahu masalah klien
adalah klien sendiri. Yang paling tahu kebutuhan klien adalah klien sendiri.
Yang paling tahu seberapa berat masalah klien adalah klien sendiri..Tetapi
mengapa klien datang ke konselor? Karena dia (klien) membutuhkan orang yang
bisa meringankan beban perasaannya.
Klien
ingin cur-hat kepada orang lain yang dianggapnya profesional, yaitu konselor.
Dia ingin ada orang yang mau mendengarkan keluhan-keluhannya. Ketika klien
ingin cur-hat, yang dia ucapkan adalah apa yang saat itu terlintas di
kepalanya. Tidak peduli kalimat-kalimatnya itu urut atau tidak. Tidak peduli
apa yang dikatakannnya itu logis atau tidak logis. Yang penting dia merasa
PLONG.
Bagaimana jika diubah memakai urutan? Misalnya
dimulai dari menyebutkan jenis masalahnya, dilanjutkan dengan sebab-sebabnya,
diteruskan dengan upaya yang telah dilakukannya. Jika dilakukan urutan seperti
itu, klien mungkin tidak puas. Lha wong dia mau cerita soal kejelekan sifat
bekas pacarnya, misalnya, lha kok malah disuruh menyebutkan jenis masalahnya.
Pusing dia.
Mendingan
cur-hat sama temannya daripada sama konselor. Bagaimana jika di tengah klien
bercerita tentang masalahnya, konselor langsung menyela dengan nasehat? Klien
tidak puas. Dia belum saatnya butuh nasehat. Nanti saja jika klien sudah
kehabisan cerita, konselor baru melakukan langkah tertentu. Lagi pula, nasehat
yang diberikan konselor belum tentu sesuai dengan yang dikehendaki klien.
Bagaimana
jika klien diam saja? Di sinilah seninya konseling non direktif. Sebagai
fasilitator, tugas konselor adalah melakukan pancingan-pancingan psikologis
agar klien mau bicara. Jika klien tetap tidak mau bicara, tetapi dia tetap
meminta bantuan kita? Di sini faktor pengalaman (jam terbang) konselor dapat
mengatasinya. Orang yang sudah puluhan tahun praktek sebagai konselor tentu
dapat menemukan caranya.
Client-Centered
Counseling Konselor berusaha membantu klien agar tumbuh selaras dengan arah
yang diinginkan oleh klien itu sendiri. Dalam
hal ini, klien ingin mengaktualisasikan potensi-potensi dirinya dan
mengembangkan konsep diri secara positif. Konselor harus menghindari upaya
evaluasi (penilaian) dan diagnosis. Dengan kata lain, konseling CCC ini tidak
perlu dievaluasi dan tidak perlu ada diagnosis. Apa yang baru saja dialami
klien bukan hal yang penting. Yang lebih penting adalah apa yang terjadi pada
klien sekarang dan di tempat ini.Mari kita bandingkan dengan konseling
direktif, di mana konselor melakukan evaluasi dan diagnosis.
Di
dalam konseling CCC ini tidak ada evaluasi dan tidak ada diagnosis. Tidak ada
evaluasi maksudnya proses dan hasil konseling tidak perlu kita nilai, tidak
perlu kita koreksi. Segalanya terserah klien, yang penting klien merasa ada
sahabat untuk berbicara, sahabat untuk cur-hat. Tidak perlu ada diagnosis,
artinya kita (konselor) tidak perlu melakukan penyimpulan tentang jenis masalah
yang dialami klien. Konselor tidak perlu menentukan jenis masalah apa yang
dialami klien.
Yang
penting klien kita layani, kita dengarkan, kita tanggapi Secara positif.
Evaluasi dan diagnosis hanya akan menghambat proses konseling CCC ini. Evaluasi
dan diagnosis bisa menyebabkan klien tidak puas.Mengapa tidak perlu ada
diagnosis? Sebab yang paling tahu masalah klien adalah klien sendiri, bukan
konselor. Salah-salah, diagnosis yang dilakukan konselor tidak sesuai dengan
masalah yang sebenarnya dialami atau dirasakan oleh klien.Apa yang baru saja
dialami klien bukan hal yang penting, maksudnya bahwa yang lebih penting apa
yang terjadi pada klien pada saat ini, di ruang konseling ini.
Yang
dialami klien tadi pagi, kemarin malam, atau seminggu yang lalu mungkin oleh
tidak lagi dirasakan sebagai masalah. Yang benar-benar dirasakan oleh klien
adalah masalahnya detik ini di ruang konseling ini.Karakter Konselor CCCKlien
akan mengalami perubahan jika 4 hal berikut ini dilakukan oleh konselor. Dengan
kata lain, klien akan mengalami perubahan yang berarti jika konselor memiliki
karakter berikut ini.
Genuineness
(ketulusan). Konselor berusaha terbuka terhadap pengalaman-pengalamannya
sendiri. Konselor tidak boleh menutup-nutupi pengalamannya sendiri. Jika
konselor berhasil bersifat tulus, Sehingga klien tidak merasa curiga terhadap
konselor. Klien akan merasa bebas untuk menjadi dirinya sendiri.Emotional
acceptance (penerimaan secara emosional). Mungkin klien pernah mengalami
perasaan was-was atau tidak percaya. Untuk memantapkan perasaan aman pada diri
klien, sehingga klien dapat menggali pengalaman-pengalamannya sendiri dan
emosinya secara terbuka, konselor harus menerima apa saja tentang klien.
Tidak
perlu memberikan syarat apapun terhadap klien.Moment-to-moment understanding
(pemahaman satu per satu). Konselor hendaknya mampu sebagai sebuah cermin
perasaan klien. Mereka (konselor) mengucapkan kata-kata yang kadang-kadang
merupakan ungkapan dari perasaan klien. Dengan kata lain, konselor hendaknya
memahami betul perasaan klien.Bagaimana hubungan antara klien dan konselor
dapat membawa perubahan pada klien? Rogers
percaya bahwa hubungan konselor dan klien diawali dengan pertentangan, bagaikan
kutup utara dan kutup selatan.
Klien
tidak jujur. Mereka tidak memahami atau tidak menyetujui hubungan tersebut.
Begitu konselor mau mendengarkan, menerima, dan memahami; klien secara pelan
akan dapat hadir sebagai dirinya dan hadir dalam pengalamannya. Mereka dapat
minilai perasaan mereka sendiri, pikiran mereka sendiri; yang awalnya
dikesampingkan. Penerimaan secara hangat dan positif dari konselor tersebut
akan membuat klien merasa terbantu, dan secara perlahan, klien akan mengalami
perubahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar